Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Tenang dalam Takdir serta Teguh dalam Ikhtiar


Hidup merupakan perpaduan antara usaha dan menerima. Kita seringkali menghadapi situasi yang membuat hati gundah karena usaha yang belum membuahkan hasil, cobaan yang datang bertubi-tubi, atau masa depan yang terasa tidak pasti. Dalam menghadapi keadaan-keadaan seperti ini, Islam mengajarkan kita tentang tenang dalam takdir serta teguh dalam ikhtiar. 

Tenang dalam takdir tidak berarti menyerah dan tidak melakukan apa-apa, tetapi meyakini bahwa segala sesuatu terjadi sesuai dengan ketentuan Allah SWT. Namun tenang dalam menerima takdir harus diiringi dengan sikap yang teguh dalam berikhtiar, karena ia akan menjadi bukti bahwa kita tidak hanya berpangku tangan menunggu takdir, tetapi berusaha untuk meraih yang terbaik. Berkaitan dengan hal ini, Allah SWT berfirman dalam Al-Qur’an:

 فَإِذَا عَزَمْتَ فَتَوَكَّلْ عَلَى اللَّهِ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُتَوَكِّلِينَ 

Artinya, “Kemudian, apabila engkau telah membulatkan tekad, bertawakallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah mencintai orang-orang yang bertawakal,” (QS Ali ‘Imran, [3]: 159). 

Ayat ini mengajarkan kepada kita perihal keseimbangan antara ikhtiar dan tawakal, sehingga kita bisa tenang dalam menerima takdir tetapi tetap teguh dalam melakukan ikhtiar. Dan apabila kita sudah mampu menyeimbangkan keduanya, maka Demikianlah buah dari iman yang tertanam dalam diri kita. 

Tangan kita menanam, mengolah tanah, memilih bibit yang baik, menyirami, memberi pupuk, bahkan melindungi tanaman dari kemungkinan gangguan. Semua itu adalah ikhtiar nyata yang tidak boleh ditinggalkan. Namun setelah itu, hati kita harus tetap bergantung kepada Allah dan menyerahkan hasilnya kepada-Nya, karena tanpa izin dari-Nya tidak ada satu pun usaha yang akan berhasil. 

Inilah makna sejati dari tekad yang dibarengi tawakal, yaitu melakukan ikhtiar sekuat tenaga, kemudian pasrah sepenuhnya kepada Allah SWT. Penjelasan ini sebagaimana tertulis dalam kitab Tafsir asy-Sya’rawi, Syekh Mutawalli asy-Syarawi mengatakan yang artinya: 

Artinya, “Anggota badan bekerja dan hati bertawakal! Anggota badan berkata: ‘Kami menanam, membajak, membawa benih yang baik, menyirami, memberi pupuk, dan kami mengira bahwa embun beku mungkin datang lalu kami khawatir terhadap tanaman karenanya, maka kami membawa jerami dan sejenisnya untuk menutupinya.’ Semua ini adalah kerja anggota badan (ikhtiar). Setelah itu, barulah hati bertawakal.” 

Setelah kita memahami bahwa ikhtiar harus berjalan beriringan dengan tawakal, ada satu nasihat penting dari Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari. Beliau mengingatkan kita agar tidak terjebak dalam kegelisahan yang berlebihan, karena sering kali manusia terlalu sibuk memikirkan hal-hal yang sebenarnya sudah berada di bawah kendali Allah. Akibatnya, hati menjadi lelah, pikiran menjadi berat, dan kita kehilangan ketenangan dalam hidup. Imam Ibnu Athaillah as-Sakandari dalam kitab Syarhul Hikmah, halaman 17, mengatakan:

 أرِحْ نَفْسَكَ مِنَ التَّدْبِيرِ فَمَا قَامَ بِهِ غَيْرُكَ عَنْكَ لاَ تَقُم بِهِ لِنَفْسِكَ 

Artinya, “Tenangkanlah dirimu dari perencanaan yang berlebihan, sebab apa yang sudah dijamin oleh selain kamu (Allah), engkau tidak perlu sibuk memikirkannya.” 

Maksud nasihat di atas adalah Imam Ibnu Athaillah mengajak kita untuk berhenti dari kebiasaan membebani diri dengan rencana-rencana yang justru bertentangan dengan hakikat penghambaan. Seperti ketika kita terus berkata, “Seandainya aku lakukan ini, pasti hasilnya akan begini.” Padahal Allah telah menetapkan segala sesuatu sejak zaman azali. Lantas, mengapa kita masih mengurus ulang apa yang sudah Allah urus dengan sempurna? Sedangkan kita sadar, kemampuan kita sangat terbatas. 

Namun perlu kita bedakan, bahwa yang dilarang adalah perencanaan yang disertai kecemasan dan penolakan terhadap takdir. Adapun perencanaan yang diserahkan sepenuhnya kepada Allah, justru sangat dianjurkan. Bahkan Imam Ibnu Athaillah juga menyebutkan dalam kitab yang sama,

 اَلتَّدْبِيْرُ نِصْفُ الْمَعِيْشَةِ 

Artinya, “Perencanaan yang baik adalah separuh dari kehidupan.” 

Inilah fondasi penting bagi kita semua sebagai seorang hamba. Kita tetap berikhtiar dengan sekuat tenaga, namun hati tidak boleh lepas dari tawakal. Kita harus tetap berusaha, tapi tidak larut dalam cemas. Kita tetap harus memiliki rencana, tapi tetap percaya bahwa hasil akhirnya tergantung takdir yang telah ditetapkan oleh Allah swt.  

Semoga kita semua diberikan kekuatan untuk teguh dalam berikhtiar, diberi kesabaran dalam menerima takdir, serta memiliki hati yang lapang untuk selalu ridha atas ketentuan-Nya. 

Posting Komentar untuk "Tenang dalam Takdir serta Teguh dalam Ikhtiar"