Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Sejarah Imarah di Hijaz, Kekuasaan di Berbagai Penjuru Arab dan Kondisi Politik Saat Itu


Abad kedua Masehi hingga akhir abad itu. Kekuasaan mereka berakhir setelah kedatangan suku Ghassan, yang dapat mengalahkan Adh-Dhaja'amah. Bangsa Romawi mengangkat mereka sebagai raja bagi semua bangsa Arab di Syam. Ibukotanya adalah Dumatul-Jandal. Suku Ghassan ini terus berkuasa sebagai kaki tangan imperium Romawi, hingga meletus Perang Yarmuk pada tahun 13 H. Raja merekayang terakhir, Jabalah bin Al-Aiham dapat ditarik masuk ke dalam Islam pada masa Amirul-Mukminin Umar bin Al-Khaththab.


Imarah di Hijaz

Isma'il  menjadi pemimpin Makkah dan menangani Ka'bah selama hidupnya. Beliau meninggal pada usia 137 tahun. Dua putra beliau menggantikan kedudukannya, yaitu Nabat, yang disusul Qaidar. Ada yang berpendapat sebaliknya. Setelah itu Mudhadh bin Amr Al-Jurhumi. Maka, kepemimpinan Makkah beralihke tangan orang-orang Jurhum dan terus berada di tangan mereka. Anak-anak Isma'il merupakan titik pusat kemuliaan. Sebab ayahnyalah yang telah membangun Ka'bah dan mereka tidak mempunyai kewenangan hukum sama sekali.

Seiring dengan perjalanan waktu, lama-kelamaan anak keturunan Isma'il semakin tenggelam,hingga keberadaan Jurhum semakin bertambah lemah dengan kemunculan Bukhtanashar. Bintang Bani Adnan dalam bidang politik mulai redup di langit Makkah sejak masa itu. Buktinya, saat Bukhtanashar berperang melawan bangsa Arab di Dzatu Irq, pasukan bangsa Arab saat itu tidak berasal dari Bani Jurhum.

Bani Adnan berpencar ke Yaman pada saat Perang Bukhtanashar II (tahun 587 SM.), lalu pergi bersama Ma'ad ke Syam. Setelah tekanan Bukhtanashar mulai mengendor, maka Ma'ad kembali ke Makkah, namun dia tidak mendapatkan seorang pun dari Bani Jurhum kecuali Jursyum bin Jalhamah. Lalu dia menikahi anak putrinya, Mu'anah dan melahirkan Nizar.

Setelah itu keadaan Bani Jurhum mulai suram di Makkah dan posisi mereka semakin terjepit.Seringkali mereka berbuat semena-mena terhadap para utusan yang datang ke sana dan menghalalkan harta di Ka'bah. Hal ini membuat murka orang-orang Bani Adnan. Tatkala Bani Khuza'ah tiba di Marr Dzahran dan bertemu dengan orang-orang Bani Adnan dari Jurhum hingga dapat diusir dari Makkah. Maka Bani Khuza'ah berkuasa di sana pada pertengahan abad kedua Masehi.

Tatkala Bani Jurhum berkuasa, mereka menggali sumur Zamzam untuk mencari tempatnya secara persis, lalu mengubur berbagai macam benda di sana. Ibnu Ishaq berkata, “Amr bin Al-Harits bin Mudhadh Al-Jurhumi keluar sambil membawa tabir Ka'bah dan Hajar Aswad, lalu menguburnya di sumur Zamzam. Kemudian bersama orang-orang Jurhum dia pindah ke Yaman. Tentu saja mereka sangat sedih karena harus meninggalkan kekuasaan atas Makkah. Tentang hal ini, Amr berkata di dalam syairnya.

"Seakan tiada teman bagi si pemalas saat ke Shafa tiada juga orang yang diajak mengobrol di Makkah kitalah penduduknya dan senantiasa berada di sana menyertai taburan debu dan malam-malam yang berubah.”

Zaman Isma'il  diperkirakan pada dua puluh abad sebelum Masehi. Sementara keberadaan Jurhum di Makkah kira-kira selama dua puluh satu abad. Mereka berkuasa selama dua puluh abad. Khuza'ah menangani urusan kota Makkah bersama-sama Bani Bakr. Hanya saja kabilah-kabilah Mudhar juga mempunyai tiga bidang penanganan, yaitu:

1. Menjaga keamanan manusia dari Arafah hingga Muzdalifah,dan memberi perkenan kepada mereka saat meninggalkan Mina, yang boleh dilakukan setelah Bani Ghauts bin Murrah dari suku Ilyas bin Mudhar, yang disebut Shaufah. Dengan kata lain, manusia tidak boleh melempar jumrah kecuali setelah ada seseorang dari Shaufah yang melakukannya. Jika semua orang sudah selesai melempar jumrah dan hendak meninggalkan Mina, maka orang-orang Shaufah berada di antara dua sisi Aqabah, dan tak seorang pun boleh lewat kecuali setelah mereka lewat. Setelah itu orang-orang diperbolehkan lewat. Setelah orang-orang Shaufah musnah, tradisi ini dilanjutkan Bani Sa'd bin Zaid dari Tamim.

2. Pelaksanaan ifadhah (bertolak) dari Juma'ke Mina, yang menjadi wewenang Bani Udwan.

3. Penanganan air minum selama bulan-bulan suci,yang menjadi wewenang Bani Tamim bin Adi dari Bani Kinanah.

Kekuasaan Khuza'ah di Makkah berlangsung selama tiga ratus tahun. Pada masa kekuasaan mereka, orang-orang Bani Adnan berpencar di Najd, di pinggiran negeri Irak dan Bahrain. Sedangkan di pinggiran Makkah ada suku-suku dari Quraisy, yaitu Hulul dan Hurum serta suku-suku lain dari Bani Kinanah. Bani Kinanah ini tidak mempunyai wewenang sedikit pun untuk menangani Makkah dan Baitul-Haram, hingga muncul Qushay bin Kilab.

  

Tentang diri Qushay ini dikisahkan bahwa bapaknya meninggal dunia saat dia masih kecil dalam asuhan ibunya. Lalu ibunya kawin lagi dengan seorang laki-laki dari Bani Udzrah, yaitu Rabi'ah bin Haram yang kemudian membawanya ke perbatasan Syam. Setelah Qushay menginjak remaja,dia kembali ke Makkah,yang saat itu gubernur Makkah adalah Hulail bin Hubsyah dari Bani Khuza'ah. Qushay melamar putri Hulail, Hubba, dan ternyata lamaran itu disambut baik olehnya. Maka dia dikawinkan dengan putri Hulail. Setelah Hulail meninggal dunia, terjadi peperangan antara Khuza'ah dan Quraisy, yang akhirnya membawa Qushay menjadi pemimpin Makkah dan menangani urusan Baitul-Haram.

Ada tiga riwayat yang menjelaskan sebab meletusnya peperangan ini, yaitu:

1. Setelah Qushay mempunyai banyak anak dan hartanya pun melimpah ruah, bersamaan dengan itu Hulail pun meninggal dunia, maka dia merasa bahwa dialah yang lebih berhak berkuasa di Makkah dan menangani urusan Ka'bah daripada Bani Khuza'ah dan Bani Bakr. Sementara itu Quraisy adalah pelopor keturunan Isma'il. Maka dia melobi beberapa pemuka Quraisy dan Bani Kinanah agar mengusir orang-orang dari Bani Khuza'ah dan Bani Bakr dari Makkah. Usul ini disambut baik dan mereka pun melakukannya.

2. Menurut pengakuan Bani Khuza'ah,Hulail telah berwasiat kepada Qushay agar menangani urusan Ka'bah dan Makkah.

3. Sebenarnya Hulail telah menunjuk putrinya, Hubba sebagai orang yang berwenang atas penanganan Ka'bah. Lalu Abu Ghibsyan Al-Khuza'i tampil sebagai orang yang mewakili Hubba. Maka dia pun menjaga Ka'bah. Setelah Hulail meninggal dunia, Qushay membeli kewenangan mengurusi dan menjaga Ka'bah dari Abu Ghibsyan, yangia tukar dengan satu geriba arak. Tentu saja orang-orang dari Bani Khuza'ah tidak menerima jual beli itu. Maka mereka berusaha menghalangi Qushay agar tidak bisa tampil sebagai pengawas Ka'bah. Sementara Qushay menghimpun beberapa pemuka Quraisy dan Bani Kinanah untuk mengusir Bani Khuza'ah dari Makkah,dan ternyata mereka menyambut ajakan Qushay itu.

Apa pun alasannya, setelah Haulail meninggal dunia dan Shufah berbuat semaunya sendiri, maka Qushay tampil bersama orang-orang Quraisy dan Kinanah.Bani Khuza'ah dan Bakr siap menghadang di hadapan Qushay.Tapi Qushay lebih dahulu bertindak. Dia menghimpun pasukan untuk memerangi mereka. Maka kedua belah pihak saling bertemu dan meletus peperangan yang dahsyat di antara mereka. Banyak yang menjadi korban dari masing-masing pihak. Kemudian mereka sepakat untuk membuat perjanjian damai. Mereka mengangkat Ya'mar bin Auf dari Bani Bakr sebagai hakim untuk urusan perdamaian ini. Maka dia menetapkan bahwa Qushay lebih layak menangani urusan Ka'bah dan berkuasa di Makkah daripada Bani Khuza'ah. Setiap darah yang tertumpah dari pihaknya, merupakan kesalahan Qushay sendiri dan harus menjadi tanggung jawabnya. Sedangkan setiap nyawa yang melayang dari Khuza'ah dan Bakr harus dapat tebusan. Dengan keputusan ini, Qushay berhak menjadi pemimpin di Makkah dan menangani urusan Ka'bah. Karena mungkin dirasa kurang adil, maka saat itu Ya'mar dijuluki Asy Syadzakh(orang yang menyimpang).

Qushay berkuasa di Makkah dan menangani urusan Ka'bah pada per-tengahan abad kelima Masehi, tepatnya pada tahun 440 M. Dengan adanya kekuasaan di tangan Qushay ini, maka Quraisy memiliki kepemimpinan yang utuh dan sebagai pelaksana kekuasaan di Makkah. Di samping itu, dia juga menjadi pemimpin agama di Baitul-Haram, yang menjadi tujuan kedatangan semua bangsa Arab dari segala penjuru.

Di antara tindakan yang dilakukan Qushay, dia mengumpulkan kaumnya untuk membangun rumah-rumah di Makkah dan membuat batas-batas menjadi empat bagian di antara kaumnya. Setiap kaum dari Quraisy harus menempati tempat yang telah ditetapkan bagi masing-masing. Dia menetapkan tempat bagi Nas'ah, keturunan Shafwan, Adwan, dan Murrah bin Auf. Dia melihat hal ini sebagai tuntutan agama yang tidak bisa diubah lagi.

Di antara peninggalan Qushay, dia membangun Darun Nadwah di sebelah utara masjid atau Ka'bah. Pintunya langsung berhubungan dengan masjid. Darun Nadwah adalah tempat pertemuan orang-orang Quraisy, untuk membicarakan masalah-masalah penting. Bangunan ini merupakan kelebihan tersendiri bagi Quraisy, karena tempat itu bisa mempersatukan orang-orang Quraisy dan sebagai tempat untuk memecahkan berbagai masalah dengan cara yang baik.

Qushay mempunyai beberapa wewenang dalam kekuasaan,yaitu:

1. Sebagai pemimpin di Darun Nadwah. Di tempat itu para pemimpin Quraisy mengadakan musyawarah untuk memecahkan masalah-masalah penting yang mereka hadapi, dan juga untuk menikahkan putri mereka.

2. Pemegang panji. Tak seorang pun berhak memegang panji atau bendera perang kecuali di tangannya.

3. Hijabah atau wewenang menjaga pintu Ka'bah. Tak seorang pun boleh membuka pintu Ka'bah kecuali dia. Dengan begitu, dia pula yang berhak mengawasi dan menjaganya.

4. Memberi minum orang-orang yang menunaikan haji. Dia bertanggung jawab mengisi tempat-tempat air bagi orang-orang yang menunaikan haji, dan ditambah dengan sedikit kormaatau anggur kering. Sehingga semua orang yang datang ke Makkah bisa minum sepuas-puasnya.

5. Jamuan bagi orang-orang yang menunaikan haji. Maksudnya, dia menye-diakan jamuan yang disajikan bagi orang-orang yang menunaikan haji lewat undangan. Untuk itu Qushay meminta pajak kepada orang-orang Quraisy pada musim haji, yang harus diserahkan kepada Qushay. Dengan pajak yang terkumpul itu dia bisa membuat makanan untuk disajikan kepada mereka, khususnya mereka yang tidak banyak hartanya dan tidak mempunyai bekal yang memadai.

Semua itu menjadi wewenang di tangan Qushay. Sebenarnya Abdu Manaf (anaknya yang kedua) lebih terpandang dan dihormati hidupnya,berbeda dengan kakaknya Abdud-Dar yang kurang disukai. Maka Qushay pernah berkata kepadanya, “Aku akan mempertemukan dirimu dengan semua kaum jika memang menganggapmu lebih terhormat.” Namun akhirnya Qushay menyerahkan kekuasaan kepada Abdud-Dar demi kemaslahatan Quraisy. Dia berikan wewenang untuk mengurus Darun Nadwah, hijabah,panji, penyediaan air dan makanan. Qushay tidak menentang dan menyanggah apa pun yang dilakukan anaknya, Abdud-Dar. Kewenangan yang berjalan semasa hidup Qushay dan sepeninggalan ini dianggap layaknya agama yang harus diikuti. Setelah Qushay meninggal dunia, kewenangan ini terus dijalankan anak-anaknya dan tidak ada perselisihan di antara mereka. Tetapi setelah Abdu Manaf meninggal dunia, kerabatnya dari keturunan pamanya mulai mengusik kedudukan-kedudukan itu. Karena masalah ini, Quraisy terbagi menjadi dua kelompok, dan hampir saja mereka saling berperang. Tetapi mereka segera berdamai dan sepakat untuk membagi kedudukan-kedudukan tersebut. Akhirnya ditetapkan, kewenangan mengurus air minum dan makanan diserahkan kepada keturunan Abdu Manaf, sedangkan urusan Darun Nadwah, panji dan hijabah diserahkan kepada keturunan Abdud-Dar. Keturunan Abdu Manaf menetapkan untuk membuat undian, siapakah yang berhak mendapatkan kedudukan ini. Akhirnya undian itu jatuh kepada Hasyim bin Abdi Manaf. Dialah yang berwenang menangani penyediaan air minum dan makanan sepanjang hidupnya. Setelah Hasyim bin Abdi Manaf meninggal dunia, kedudukan ini dilanjutkan saudaranya,Al-Muththalib bin Hasyim bin Abdi Manaf, kakek Rasulullah . Setelah itu dilanjutkan anak-anaknya hingga datang Islam, dan kewenangan ini ada di tangan Al-Abbas bin Abdul Muthathalib.

Selain itu Quraisy masih mempunyai beberapa kedudukan lain, yang dibagi di antara mereka. Dengan begitu mereka telah membentuk satu pemerintahan kecil, atau tepatnya pemerintahan kecil yang demokratis. Ada pembatasan masa jabatan dan bentuk-bentuk pemerintahan yang menyerupai sistem pemerintahan pada zaman sekarang, yang dikenal dengan istilah parlemen dan majlis permusyawaratan. Inilah kedudukan-kedudukan tersebut:

1. Al-Isar, atau penanganan tempat api pada berhala untuk pemberian sumpah, yang menjadi wewenang Bani Jumah.

2. Tahjirul-Amwal, atau penanganan korban dan nadzar yang disampaikan kepada berhala-berhala, begitu pula penyelesaian permusuhan dan persahabatan, yang menjadi wewenang Bani Sahm.

3. Permusyawaratan, yang menjadi wewenang Bani Asad.

4. Al-Asynaq, atau pengaturan tebusan dan denda, yang menjadi wewenang Bani Taim.

5. Hukuman atau pembawa panji kaum, yang menjadi wewenang Bani Umayyah.

6. Al-Qubah, atau penanganan militer dan pasukan kuda, yang menjadi wewenang Bani Makhzum.

7. Duta, yang menjadi wewenang Bani Adi.


Kekuasaan di Berbagai Penjuru Arab

Di bagian muka telah kami singgung tentang kepindahan kabilah-kabilah Qahthan dan Adnan. Sementara negeri Arab sendiri terpecah-pecah.Kabilah-kabilah yang berdekatan dengan Hirah mengikuti Raja Ghassan. Hanya saja subordinasi ini hanya sekedar nama, tidak dalam praktiknya. Sedangkan daerah-daerah di Jazirah Arab mempunyai kebebasan secara mutlak.

Pada hakikatnya kabilah-kabilah ini mempunyai pemuka-pemuka yang memimpin kabilahnya masing-masing. Kabilah adalah sebuah pemerintahan kecil yang asas eksistensi politiknya adalah kesatuan fanatisme,adanya manfaat secara timbal balik untuk menjaga daerah, dan menghadang musuh dari luar.

Kedudukan pemimpin kabilah di tengah kaumnya tak ubahnya kedudukan seorang raja. Anggota kabilah mengikuti apa pun pendapat pemimpinnya tatkala damai maupun perang, tidak ada yang tercecer dari penanganannya, seperti apa pun keadaannya. Dia mempunyai kewenangan hukum dan otoritas pendapat, seperti layaknya seorang pemimpin diktator yang perkasa. Sehingga adakalanya jika seorang pemimpin murka, sekian ribu mata pedang akan ikut berbicara, tanpa perlu bertanya apa yang membuat pemimpin kabilah itu murka. Hanya saja persaingan untuk mendapatkan kursi pemimpin di antara sepupu, sering membuat mereka bersikap manis di mata orang banyak, seperti bermurah hati, menjamu-jamu, menjaga kehormatan, lemah lembut, memperlihatkan keberanian, membela diri dari serangan orang lain, hingga tidak jarang mereka mencari-cari orang yang siap memberikan sanjungan dan pujian tatkala berada di hadapan orang banyak, terlebih lagi para penyair yang memang menjadi penyambung lidah setiap kabilah pada masa itu, hingga kedudukan para penyair pada saat itu sama dengan kedudukan orang-orang yang sedang bersaing mencari simpati.

Pemuka atau pemimpin kabilah mempunyai hak-hak istimewa. Dia mendapatkan seperempat bagian dari harta rampasan perang, harta rampasan yang diambil untuk dirinya sendiri sebelum ada pembagian,jarahan di tengah perjalanan sebelum tiba di kancah peperangan dan kelebihan pembagian harta rampasan yang memang tidak bisa dibagi di antara para pasukan perang, seperti onta,kuda, dan lain-lainnya.


Kondisi Politik

Telah kami jelaskan tentang para penguasa di Arab. Sekarang akan kami jelaskan sedikit gambaran tentang kondisi politik di kalangan mereka. Kondisi politik di tiga wilayah yang ada di sekitar Jazirah Arab merupakan garis menurun, merendah dan tidak ada tambahan yang mengarah ke atas. Manusia bisa dibedakan antara tuan dan budak, pemimpin dan rakyat. Para tuan, terlebih lagi seluruh Arab, berhak atas semua harta rampasan dan kekayaan, dan hamba diwajibkan membayar denda dan pajak. Dengan istilah lain yang lebih gamblang, rakyat bisa diumpamakan ladang yang harus mendatangkan hasil dan memberikan pendapatan bagi pemerintah. Lalu para pemimpin menggunakan kekayaan itu untuk foya-foya, mengumbar syahwat,bersenang- senang, memenuhi kesenangan dan kesewenang-wenangannya.Sedangkan rakyat dengan kebutaannya semakin terpuruk dan dilingkupi kezhaliman dari segala sisi. Mereka hanya bisa merintih dan mengeluh. Tidak berhenti sampai di sini saja, bahkan mereka masih harus menahan rasa lapar, ditekan dan mendapat berbagai macam penyiksaan dengan sikap diam, tanpa mengadakan perlawanan sedikit pun.

Kekuasaan yang berlaku saat itu adalah sistem diktator. Banyak yang hilang dan terabaikan. Sementara kabilah-kabilah yang berdekatan dengan wilayah ini tak pernah merasa tentram, karena mereka juga menjadi mangsa nafsu dan berbagai kepentingan. Sehingga terkadang mereka harus masuk wilayah Irak dan terkadang masuk wilayah Syam. Sedangkan kondisi kabilah-kabilah di Jazirah Arab tidak pernah rukun. Mereka lebih sering diwarnai permusuhan antarkabilah, perselisihan rasial dan agama, sehingga salah seorang pemikir mereka berkata dalam syairnya,

"Aku hanyalah sesuatu yang dicari jika ketemu ketemulah ia dan jika tidak ketemu tidak ketemulah ia.”

Mereka tidak mempunyai seorang raja yang memberikan kemerdekaan, atau sandaran yang bisa dijadikan tempat kembali dan bisa diandalkan saat menghadapi kesulitan serta krisis. 

Tetapi kekuasaan di Hijaz di mata bangsa Arab memiliki kehormatan tersendiri.Mereka melihat kekuasaan di Hijaz sebagai pusat kekuasaan agama. Sebenarnya itu merupakan campuran antara unsur keduniaan, pemerintah, dan agama,yang berlaku di kalangan bangsa Arab dengan istilah kepemimpinan agama. Mereka berkuasa di tanah suci dengan sifatnya  sebagai kekuasaan yang mengurus para penziarah Ka'bah dan pelaksana hukum syariat Ibrahim. Mereka mempunyai pembatasan masa jabatan dan bentuk-bentuk pemerintahan yang menyerupai sistem parlemen pada zaman sekarang, seperti yang sudah kita singgung di atas. Tetapi kekuasaan ini sangat lemah dan tidak mampu mengemban beban seperti yang terjadi saat peperangan melawan orang-orang Habasyah.  

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Sejarah Imarah di Hijaz, Kekuasaan di Berbagai Penjuru Arab dan Kondisi Politik Saat Itu"