Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Pendapat-pendapat dan Dalil-dalil Fukaha Tentang Wanita Hamil yang Mengeluarkan Darah dan Pendapat yang Kuat

pendapat dan dalil dalil tentang wanita hamil yang mengeluarkan darah

Darah yang Dikeluarkan Wanita Hamil Sehari atau Dua Hari sebelum Melahirkan

Fukaha berbeda pendapat mengenai darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil sebelum melahirkan, apakah dia harus meninggalkan shalat karenanya atau tidak, ke dalam dua pen-dapat:

Pendapat pertama

Jika dia mengeluarkan darah pada waklu yang dekat dengan masa kelahiran, maka itu adalah nifas. Dia harus meninggalkan shalat karenanya, walaupun itu berlanjut sampai melahirkan. Ini adalah pendapat para ulama mazhab Syafi'i dan Hanbali. Pendapat ini juga diutarakan oleh Ishaq, Ibrahim an-Nakh'i, dan penduduk Madinah. Para ulama mazhab Maliki setuju bahwa itu adalah darah yang karenanya wanita harus meninggalkan shalat, tetapi mereka menganggapnya se-bagai haid.

Pendapat kedua

Darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil pada saat melahirkan, sebelum keluarnya bayi, adalah istihadah, walaupun itu berkepanjangan atau mencapai kadar haid. Ini adalah pendapat para ulama mazhab Hanafi."

Para penganut pendapat pertama yang menganggap darah itu sebagai nifas berargumentasi dengan bahwa dia adalah darah yang keluar akibat melahirkan. Oleh karena itu, dia adalah nifas, sebagaimana darah yang keluar setelah melahirkan. Diketahui bahwa sebab keluarnya adalah melahirkan, jika itu terjadi pada waktu yang dekat dengan kelahiran. Dan itu diketahui dengan melihat tanda-tandanya, seperti makhâdh (rasa sakit karena hendak melahirkan) dan lainnya, pada waktunya."

Para ulama mazhab Hanafi berargumentasi dengan bahwa darah haid adalah darah rahim. Dan darah rahim tidak keluar dari wanita hamil, karena kehamilan menutup mulut rahim. Allah s.w.t. telah menetapkan tabiat rahim yang demikianini, agar apa yang ada di dalamnya tidak keluar, karena lubangnya terletak di bawah.

Para ulama mazhab Hanafi membantah argumentasi pendapat pertama dengan bantahan sebagai berikut:

Menganggap darah lersebul sebagai nifas lidaklah benar, karena nifas hanya terjadi setelah rahim terbuka dan bayi ke-luar. Menurut apa yang diriwayatkan dari Abu Hanifah dan Muhammad, dinamakan nifas setelah bayi keluar, karena mulut rahim terbuka dan meluapkan darah (yatanaffas bi ad-dam).”

Pendapat yang Kuat

Darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil sehari atau dua hari sebelum melahirkan bukanlah darah nifas, dan dia tidak boleh meninggalkan shalat karenanya, berdasarkan kuatnya dalil para ulama mazhab Hanafi dan lemahnya dalil-dalil yang lain.

Para dokter mendefinisikan nifas sebagai masa sesudah me-lahirkan yang di dalamnya terjadi perubahan-perubahan untuk mengembalikan sistem reproduksi kepada keadaan alaminya sebagaimana sebelum melahirkan."

Cairan nifas adalah cairan-cairan yang keluar dari rahim setelah melahirkan. Dia adalah darah yang keluar dalam empat hari pertama. Kemudian warnanya memudar dan kadar darah berkurang, hingga dia menjadi lendir yang tak berwarna setelah sepuluh hari."


Darah yang Dikeluarkan Wanita Hamil Selama Masa Kehamilan

Fukaha klasik dan kontemporer berbeda pendapat tentang darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil selama masa kehamilan, ke dalam dua pendapat:

Pendapat pertama

Para ulama mazhab Maliki" dan asy-Syafi'i" dalam pendapat barunya dan ini adalah pendapat yang dijadikan sandaran dalam mazhab memandang bahwa darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil adalah haid yang karenanya dia harus meninggalkan shalat. Pendapat ini diriwayatkan dari az-Zuhri, Qatadah,"Laits, dan Ishaq." Ibnu Qudamah menganggap pendapat ini sebagai pendapat yang diriwayatkan dari Aisyah secara sahih." Dan pendapat ini adalah juga pendapat Yahya ibn Said, Rabi'ah ibn Abu Abdurahman, dan Ibnu Abu Salamah.

Pendapat kedua

Para ulama mazhab Hanafi" dan para ulama mazhab Hanbali“ memandang bahwa darah yang dikeluarkan oleh wanita selama kehamilan bukanlah haid, tapi darah rusak,sehingga dia tidak boleh meninggalkan shalat karenanya. Pendapat ini di-riwayatkan dari Aisyah, Ibnu Abbas, dan Tsauban. Dan pendapat ini adalah pendapat mayoritas para tabiin, di antaranya Said ibn Musayyab, Atha', Hasan, Jabir ibn Zaid, Ikrimah, Muhammad ibn Munkadir, asy-Sya'bi,Makhul,Hammad,ats-Tsauri,al-Auza'i, Abu Isaur, Sulaiman ibn Yashar, dan Ubaidillah ibn Hasan."

Menurut Ibnu Rusyd, perbedaan pendapat ini disebabkan karena sulitnya mengetahui semua itu dengan bukti empiris dan rancunya dua hal tersebut. Kadang darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil adalah darah haid. Itu terjadi ketika wanita tersebut sangat subur dan janinnya masih kecil. Dan kadang darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil adalah karena lemahnya janin, sehingga itu adalah darah darah penyakit." 


Dalil-dalil dan Diskusi 

Mereka yang berpendapat bahwa darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil adalah darah haid bersandar pada dalil-dalil berikut:

1. Keumuman ayat,

"Mereka bertanya kepadamu tentang haid. Katakanlah,'Haid itu adalah kotoran. Oleh sebab itu,hendaklah kalian menjauhkan diri dari wanita di waktu haid."(QS.Al-Baqarah:222).

Juga keumuman hadis-hadis Nabi s.a.w."

2. Hadis Fatimah binti Abu Hubaisy bahwa Rasulullah s.a.w. berkata,

"Jika itu adalah darah haid, maka darah itu berwarna hitam dan dikelahui."*

Beliau berbicara dalam bentuk umum, dan tidak membedakan antara wanita hamil dan tidak."

3. Apa yang diceritakan dari Aisyah, bahwa suatu saat dia di-tanya tentang wanita hamil yang mengeluarkan darah, apakah dia harus shalat. Aisyah menjawab, "Dia tidak shalat sampai darahnya menghilang."

Darimi meriwayatkan hadis ini melalui Hammad ibn Zaid dari Yahya ibn Said. Dia berkata, "Merupakan sesuatu yang tidak diperselisihkan bagi kami dari Aisyah, bahwa jika wanita hamil mengeluarkan darah, maka dia tidak melaksanakan shalat hingga suci.""

Yahya ibn Said berkata, “Telah disampaikan kepada kami dari Aisyah, bahwa dia mengajarkan itu kepada para wanita.""

4. Darah tersebut adalah darah yang diragukan antara darah alami dan darah penyakit. Dan yang pokok adalah tidak adanya penyakit. Meskipun, darah tersebut tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan 'iddah, karena 'iddah bertujuan untuk membebaskan rahim dan dia tidak dapat dihitung dengan qurû` (masa suci atau haid) jika ada kandungan."

5. Darah tersebut keluar pada hari-hari biasa, dengan ciri-ciri dan kadar haid. Maka bisa jadi dia adalah haid, sebagaimana darah wanita menyusui."


Sementara mereka yang berpendapat bahwa darah yang dikeluarkan oleh wanita hamil bukanlah darah haid bersandar pada dalil-dalil berikut:

1. Hadis Abu Said al-Khudri, bahwa nabi s.a.w.bersabda, "Tawvanan wanita yang hamil tidak boleh disetubuhi hingga dia melahirkan,dan tawanan wanita yang tidak hamil tidak boleh di-setubuhi hingga dia haid sekali.""

Nabi menjadikan haid sebagai tanda bebasnya rahim.Hal ini menunjukkan bahwa darah haid tidak mungkin berkumpul dengan bebasnya rahim." Jika kita mengatakan bahwa wanita hamil bisa haid, maka petunjuk hadis ini menjadi sia-sia," karena pada saat itu pembedaan antara wanita yang hamil dan yang tidak hamil tidak lagi memiliki arti.

"Suruhlah dia agar rujukkepada istrinya. Lalu hendaklah dia me-nalaknya dalam keadaan suci atau hamil."

Nabi menjadikan kehamilan sebagai tanda tidak adanya haid, sebagaimana beliau menjadikan keadaan suci sebagai tanda adanya haid."

Imam Ahmad berkata, "Beliau menyetarakan keadaan suci dengan kehamilan."

Allah berfirman,

"Maka talaklah mereka pada waktu mereka dapat menjelang 'iddah mereka."(QS.Ath-Thalâq:1).

Artinya, dalam keadaan suci tanpa persetubuhan."

Ketika Rasulullah s.a.w. berkata, "Hendaklah dia menalaknya dalam keadaan suci atau hamil," berarti beliau membolehkan Salim untuk menalak istrinya pada semua waktu hamil. Dan anggapan bahwa wanita hamil bisa haid bertentangan dengan pembolehan ini.

2. Tentang firman Allah s.w.t., "Maka talaklah mereka pada waktu mereka dapat menjelang 'iddah mereka," Hasan berkata, "Dalam keadaan suci tanpa haid, atau dalam keadaan hamil yang jelas kehamilannya.""

Ath-Thabari meriwayatkan dari Ikrimah dari lbnu Abbas, dia memandang bahwa talak sunah adalah talak dalam keadaan suci tanpa persetubuhan, dan dalam seluruh masa suci. Inilah 'iddah yang kita diperintahkan Allah untuk menalak wanita menjelangnya." Dan masa hamil adalah salah satu dari masa suci yang didalamnya talak diperbolehkan.

3. Allah menetapkan bahwa 'iddah dari talak bagi wanita yang tidak hamil adalah tiga qurû` (masa suci atau haid) dan bahwa 'iddah bagi wanita hamil adalah hingga melahirkan apa yang ada dalam perutnya. Allah berfirman,

"Dan wanita-wanita yang hamil, masa 'iddah mereka adalah hingga mereka melahirkan kandungan mereka."(QS.Ath-Thalâq:4).

Allah menetapkan 'iddah wanita hamil adalah hingga melahir-kan, dan tidak menetapkannya dengan qurû'. Sendainya wanita hamil bisa haid, tentu 'iddahnya dapat diselesaikan dengan qurû'. Dan ini bertentangan dengan al-Qur'an dan Sunah.

Dalam tafsir ayat, "Dan toanita-wanita yang hamil...,"ath-Thabari mengatakan, "Habisnya 'iddah mereka adalah hingga mereka melahirkan kandungan mereka. Ini adalah ijma' ahli ilmu dalam persoalan wanita hamil yang ditalak.""

Ath-Thabari meriwayatkan dengan sanadnya kepada Ubay ibn Ka'ab, dia berkata:

“Aku bertanya kepada Rasulullah tentang, 'Dan wanita-wanita yang hamil,masa 'iddah mereka adalah hingga mereka melahirkan kandungan mereka.'

Beliau berkata, 'Masa 'iddah semua wanita yang hamil adalah

dengan melahirkan apa yang ada dalam perutnya'."°

4. Ketika turun ayat,

"Wanita-wanita yang ditalak menahan diri mereka selama tiga qurû`," (QS.Al-Baqarah228), para sahabal berkala, "Bagaimana jika seorang wanita sudah menopause atau masih kecil?" Maka turunlah ayat,

"Dan yang tidak lagi haid (menopause) diantara wanita-wanita kalian, jika kalian ragu, maka masa 'iddah mereka adalah tiga bulan. Begitu pula yang belum haid."(QS.Ath-Thalâq:4)

Mereka berkata, "Bagaimana jika wanita itu hamil?"Maka turunlah ayat, "Dan wanita-wanita yang hamil, masa 'iddah mereka adalah hingga mereka melahirkan kandungan mereka." (QS.Ath-Thalâq:4)

Dalam riwayat ini terdapat penjelasan bahwa wanita hamil tidak haid, dan bahwa dia bukanlah di antara wanita-wanita yang memiliki qurû'. Dengan demikian, menjadi jelas bahwa perkataan Nabi s.a.w. kepada Fatimah binti Abu Jahsy, 

"Jika datang qurû' (masa haid)mu, maka tinggalkanlah shalat,"khusus untuk mereka yang tidak hamil."

5. Apa yang diceritakan Aisyah dengan riwayat dan redaksi yang beragam, tentang wanita hamil yang mengeluarkan darah. Aisyah berkata, "Wanita hamil tidak haid. Dia harus mandi dan shalat.""

6. Rasulullah s.a.w. memerintahkan dilakukannya istibrâ' (pembebasan rahim) terhadap budak wanita. Jika haid dan kehamilan bisa menyatu, maka istibrâ' tidak lagi mempunyai arti. Ulama berijma' bahwa jika budak wanita haid, maka dia boleh disetubuhi. Di sisi lain, mereka berijma' bahwa budak wanita yang hamil tidak boleh disetubuhi hingga melahirkan. Ini adalah dalil yang sangat jelas bahwa wanita hamil mustahil akan haid. Sebab, jika itu bisa terjadi, maka esensi apa yang desepakati oleh umat bahwa budak wanita yang hamil tidak boleh disetubuhi menjadi sia-sia.


Kelompok yang mengatakan bahwa wanita hamil bisa haid mengeluarkan sanggahan-sanggahan kepada kelompok lain, di antaranya:

Menjadikan hadis Ibnu Abbas, "Tawanan wanita yang hamil tidak boleh disetubuhi...." sebagai dalil bahwa haid adalah per-tanda bebasnya rahim adalah argumentasi yang tidak benar. Sebab, sebenarnya hadis ini menjadikan haid pada wanita hamil sebagai tanda bebasnya rahim melalui apa yang zahir." Dan ini adalah petunjuk yang dhannî (asumtif)." Jika ada sesuatu yang petunjuknya lebih zahir dan lebih kuat, maka petunjuk ini gugur. Oleh karena itu, keberadaan darah tidak menghalangi ber'iddah dengan kehamilan, sebagaimana keberadaannya pada wanita yang suaminya meninggal tidak menghalangi ber'iddah dengan empat bulan sepuluh hari.” Peletak syariat (Allah dan Rasul) hanya menetapkan bebasnya rahim dengannya, karena itulah yang biasa berlaku."


Sanggahan ini dijawab sebagai berikut:

Hadis di atas membedakan antara budak wanita yang hamil dan yang tidak hamil, dengan menetapkan bolehnya menyetubuhi budak wanita yang hamil setelah melahirkan dan menetapkan bolehnya menyetubuhi budak wanita yang tidak hamil setelah dia suci dari haid. Perkataan kalian bahwa wanita hamil bisa haid menyalahi zahir hadis ini. Hal ini membutuhkan dalil yang kuat dan jelas. Dan itu tidak ada. Jadi, sanggahan kalian tidak benar.

Mengiyaskan wanita hamil kepada wanita yang suaminya meninggal adalah qiyas yang disertai perbedaan (qiyâs ma'a al-fâriq). Sebab, tujuan utama dari 'iddah adalah mengetahui bebasnya rahim.

 Dan janin berbentuk cairan sperma dalam perut ibunya dalam masa 40 hari, lalu menjadi segumpal darah dalam masa 40 hari, lalu menjadi segumpal daging dalam masa 40 hari,sebagaimana yang ditunjukkan oleh hadis sahih yang jelas. Jumlah seluruhnya adalah 120 hari. Lalu ditiupkanlah roh ke dalam janin itu setelah masa tersebut. Oleh karena itu, masa tersebut ditambah 10 hari."


Kelompok yang berpendapat bahwa wanita hamil tidak dapat haid menyampaikan sanggahan-sanggahan berikut kepada kelompok lain:

Pertama

Argumentasi mereka dengan hadis Fatimah,“Darah itu berwarna hitam dan diketahui," serta bahwa dia adalah darah yang keluar pada hari-hari biasa dengan kadar tertentu,dan itu terjadi berkali-kali, disanggah dari beberapa segi:

a. Kalian mengakui bahwa darah istihadah biasanya berwarna merah, encer, dan terang. Kalian juga mengakui bahwa kadang darah haid berubah menjadi merah dan darah istihadah ber-ubah menjadi hitam,"dan bahwa haid bisa bersifat seperti ini dalam kondisi sehat. Kalian membedakan keduanya dengan bahwa darah haid keluar dari bagian rahim yang paling dalam dan istihadah mengalir dari 'âdzil. Dan kalian yaitu para ulama mazhab Syafi'i mengatakan bahwa jika darah kurang dari se-hari semalam atau lebih dari 15 hari, maka dia adalah darah istihadah dan darah rusak, walaupun ciri-cirinya persis dengan darah haid. Dengan demikian, ciri-ciri zahir bukanlah dalil yang cukup untuk menetapkan bahwa itu adalah haid.

b. Realitas bukanlah dalil yang cukup unluk menelapkan bahwa dia adalah haid. Walaupun Dr. Muhammad al-Barr menye-butkan bahwa 5 dari setiap 1000 wanita hamil mengalami haid pada bulan-bulan pertama, tapi ini adalah haid palsu. Berdasarkan data-data medis, itu tidak bisa disebut haid, karena adanya perbedaan kondisi rahim antara wanita yang hamil dan yang tidak hamil. Selain itu, ada banyak sebab ke-luarnya darah pada wanita hamil, yaitu:

Pendarahan yang menandai keguguran pada bulan-bulan pertama kehamilan, sebelum minggu ke-28.

Kehamilan di luar rahim. Ini biasanya dibarengi dengan rasa sakit pada perut dan menurunnya tekanan darah. Kondisi semacam ini memerlukan operasi secepatnya.

Membengkaknya kelenjar (kehamilan kelenjar) yang lidak alami. Ini terjadi karena adanya sekumpulan sel yang memiliki kemampuan untuk menyebar di dalam rahim dan sangat ber-bahaya bagi kehidupan ibu. Harus ada upaya untuk segera melepaskan diri dari kehamilan semacam ini, demi menjaga kesehatan ibu.

Pendarahan pada ari-ari yang rusak.

Pendarahan akibat terlepasnya ari-ari pada waktu dini.

Pendarahan karena luka atau kanker pada organ repro-duksi.

Hingga dalam kondisi kehamilan pada rahim yang bercabang, tidak akan terjadi pendarahan pada rahim yang tidak me-ngandung, karena dia juga berada di bawah pengaruh hormon-hormon yang dikeluarkan oleh ari-ari untuk mene-ruskan kehamilan, kecuali jika terjadi keguguran."

Kedua

Argumetasi mereka dengan hadis Aisyah, "Jika wanita hamil mengeluarkan darah, maka dia tidak melaksanakan shalat," dibantah sebagai berikut:

Terdapat banyak riwayat dari Aisyah r.a. yang mengatakan bahwa wanita hamil tidak haid, dan bahwa dia harus mandi dan shalat. Ibnu Qudamah mengarahkan hadis Aisyah di atas dengan mem-berlakukannya pada wanita yang hampir melahirkan, demi mengompromikan antara da macam perkataannya. Jika wanita hamil mengeluarkan darah pada masa-masa yang mendekati kelahiran, maka itu adalah darah nifas yang karenanya dia harus meninggalkan shalat."

Ketiga. Argumentasi mereka dengan keumuman ayat dan hadis-hadis; dan bahwa darah terscbut adalah darah yang diragukan antara darah alami dan darah penyakit, dan yang pokok adalah tidak adanya penyakit, meskipun darah tersebut tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan 'iddah, sebab 'iddah bertujuan untuk membebaskan rahim, dan 'iddah tidak dapat di-hitung dengan qurû` (masa suci atau haid) jika ada kandungan; dibantah sebagai berikut:

Kalian mengakui bahwa itu adalah darah yang diragukan antara darah alami dan darah penyakit. Tapi kami tidak sepakat dengan kalian bahwa yang pokok adalah tidak adanya penyakit, karena hal itu tidak berdasar pada dalil. Hal ini harus dikembalikan kepada pemeriksaan, penilaian, dan kondisi wanita.Jika dia hamil, maka dia tidak haid. Dan jika dia lidak hamil, maka harus diperiksa ciri-ciri dan kadar darahnya.

Adapun pernyataan mereka, “Meskipun darah tersebut tidak dapat digunakan untuk menyelesaikan 'iddah...," dibantah sebagai berikut:

Ketika talak diperbolehkan saat seorang wanita sedang hamil, maka darah yang dikeluarkannya bukanlah darah haid. Sebab, talak terhadap wanita yang sedang hamil adalah talak bid'ah yangdiharamkan. Dan tidak diriwayatkan dari Rasulullah s.a.w.

bahwa beliau melarang talak terhadap wanita hamil, dalam ke-adaan apa pun.

Dalam sebuah dialog, Dr. Muhyiddin Kahalah spesialis bidang penyakit, pembedahan, persalinan wanita menegaskan bahwa siklus bulanan bagi wanita (menstruasi) adalah dasar yang menyiapkan rahim untuk hamil. Oleh karena itu, darah yang ke-luar saat wanita sedang hamil sama sekali tidak bisa dianggap sebagai haid alami. Tapi itu adalah darah penyakit yang dalam fikih disebut sebagai istihadah.

Dia menyebutkan bahwa apa yang disangka sebagai haid oleh wanita hamil pada kenyataannya adalah darah yang ber-beda dengan haid dan memiliki sebab-sebab yang beragam,di antaranya:

1. Keluarnya darah akibat pecahnya gelembung sel telur.Ini terjadi setelah kandungan berumur dua minggu.

2. Keluarnya darah akibat masuknya sel telur ke dalam rahim dengan cara yang meninggalkan bekas pada dinding rahim dan menyebabkan pendarahan. Ini terjadi setelah kandungan berumur tiga minggu

3. Keluarnya darah yang kadang berlangsung selama tiga hingga sembilan minggu pertama dari kehamilan, karena ruang rahim yang dipenuhi oleh janin.

4. Pendarahan yang terjadi karena radang leher rahim pada suatu saat di masa kehamilan.

5. Pendarahan yang terjadi akibat adenoid di leher rahim pada suatu saat di masa kehamilan.

6. Luka pada ari-ari yang menyebabkan pendarahan.

7. Penyakit kanker. 

8. Pendarahan yang terjadi pada saat kehamilan berpindah ke dalam tuba rahim, hal mana rahim menjadi kosong dan janin tumbuh dalam tuba rahim.


Pendapat yang Kuat

Setelah memaparkan pendapat kedua kelompok dan dalil-dalil mereka, serta dengan bersandar pada kajian-kajian kedokteran modern, jelaslah kebenaran pendapat mereka yang mengatakan bahwa wanita hamil tidak dapat haid. Darah yang dikeluarkannya adalah darah kotor dan penyakit. Dalam ilmu biologi, darah ini disebut sebagai haid palsu. Bahkan seandainya itu terjadi pada masa haid sekalipun. Keluarnya darah tersebut disebabkan oleh faktor-faktor saraf dan fungsional belaka."

Penelitian yang mendalam terhadap dalil-dalil yang tetap dan benar menegaskan bahwa kehamilan bertentangan dengan haid. Keduanya tidak akan bertemu. Darah yang kadang keluar dari wanita pada masa kehamilan terjadi karena sebab-sebab penyakit yang beragam, walaupun zahirnya menunjukkan bahwa dia adalah darah yang sesuai dengan kebiasaan wanita sebelum dia hamil.

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Pendapat-pendapat dan Dalil-dalil Fukaha Tentang Wanita Hamil yang Mengeluarkan Darah dan Pendapat yang Kuat"