Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Khubaib bin Adi, Pahlawan yang Syahid di Kayu Salib

khubaib bin adi

Sekarang, berilah jalan untuk pahlawan ini, wahai para ksatria. Mendekatlah kemari dari segenap penjuru dan tempat. Susah atau mudah, datanglah ke sini dan segeralah menundukkan hati. Berkonsentrasilah untuk mendapatkan pelajaran dalam berkorban yang tidak ada tandingannya. Anda sekalian bisa jadi bertanya, “Apakah semua yang telah Anda ceritakan kepada kami sebelumnya bukan merupakan pelajaran-pelajaran tentang pengorbanan yang jarang tandingannya?"

Benar, semua itu merupakan pelajaran, dan kehebatannya tidak ada tandingannya. Tetapi, kali ini kalian berada di hadapan seorang guru besar baru dalam pengorbanan. Seorang guru besar, yang seandainya Anda ketinggalan menghadiri kuliahnya, Anda akan kehilangan banyak kebaikan-kebaikan yang tidak terkira.

Mari bersama kami, wahai penganut akidah dari setiap umat di manapun. Mari bersama kami, wahai orang-orang yang merindukan derajat yang tinggi dari segala masa dan zaman. Engkau juga, wahai orang-orang yang tertipu oleh kepalsuan dan berprasangka buruk terhadap agama dan iman. Datanglah kemari dengan kebanggaan palsumu itu dan perhatikanlah puncak kemuliaan, pembelaan, ketabahan, keteguhan hati, pengorbanan, dan loyalitas, atau dapat diringkas dengan satu kata: kebesaran yang luar biasa dan mengagumkan, yang tumbuh dari keimanan terhadap kebenaran yang dimiliki oleh orang-orang yang tulus.

Apakah kalian tidak melihat tubuh yang sedang disalib itu? Inilah judul pelajaran kita hari ini, wahai segenap anak manusia. Tubuh yang disalib di hadapan kalian itulah sekarang yang menjadi tema dan mata pelajaran. Ia adalah seorang guru besar yang bernama Khubaib bin Adi. Hafalkanlah nama yang mulia ini sebaik-baiknya! Hafalkanlah dan ingatlah selalu namanya, karena ia merupakan lambang kemuliaan bagi setiap manusia, dari setiap agama, aliran, dan keturunan mana pun sepanjang zaman.

Ia seorang yang cukup dikenal di Madinah dan termasuk sahabat dari kalangan Anshar. Ia sering menjumpai Rasulullah  sejak beliau hijrah ke tempat mereka, lalu beriman kepada Rabb semesta alam. Ia merupakan sosok yang berjiwa bersih, suka terus terang, beriman teguh, dan berhati mulia, seperti yang dilukiskan oleh Al-Hassan bin Tsabit dalam syairnya:

Ia seorang ksatria yang kedudukannya diakui di kalangan orang-orang Anshar Sosok yang lapang dada, namun tegas dan tidak dapat ditawar-tawar

Ketika panji Perang Badar telah dikibarkan, Khubaib bin Adi tampil sebagai seorang prajurit yang perkasa dan gagah berani.Salah seorang di antara kaum musyrikinyangberdiri menghadangjalannya di Perang Badar ini dan tewas di ujung pedangnya. Orang tersebut merupakan seorang pemimpin Quraisy yang bernama Al-Harits bin Amir bin Naufal. Setelah pertempuran selesai dan sisa-sisa pasukan Quraisy yang kalah kembali ke Mekkah dan Bani Harits mengetahui siapa yang telah menewaskan bapak mereka. Mereka menghafalkan dengan baik nama orang Islam yang telah menewaskan ayah mereka dalam pertempuran itu, yaitu Khubaib bin Adi.

Kaum muslimin telah kembali ke Madinah dari Perang Badar.Mereka meneruskan pembinaan masyarakat mereka yang baru. Khubaib adalah seorangahliibadah yang benar-benar menunjukkan karakterorang-orang yang khusyuk dan kerinduan ahli ibadah. Di Madinah ia memanfaatkan seluruh waktunya untuk ibadah dengan penuh semangat kerinduan terhadap Rabbnya,menegakkan shalat malam, puasa pada siang harinya, dan menyucikan Rabb semesta alam.

Suatu hari Rasulullah  ingin menyelidiki rahasia orang-orang Quraisy, hingga dapat mengetahui ke mana arah gerakan serta langkah-langkah persiapan mereka untuk peperangan baru. Untuk itu,beliau memilih sepuluh orang di antara para sahabat, termasuk Khubaib.Beliau. mengangkat Ashim bin Tsabit sebagai pemimpin mereka.

Tim penyelidik ini pun berangkat ke tujuannya hingga sampai di suatu tempat antara Usfan dan Mekkah. Namun, gerakan mereka tercium oleh orang-orang dari kampung Hudzail yang didiami oleh suku Bani Hayyan. Orang-orang dari suku ini segera mengirim seratus orang pemanah yang hendak untuk menyusul orang-orang Islam tersebut dan mengikuti jejak mereka dari belakang.

Kalau saja salah seorang di antara pasukan Bani Hayyan itu tidak melihat biji kurma yang jatuh di atas pasir, mereka kehilangan jejak. Biji kurma itu dipungut oleh sebagian di antara orang-orang ini, lalu diamati berdasarkan firasat bangsa Arab yang tajam dan luar biasa, lalu berseru kepada teman-teman mereka, “Ini adalah biji kurma yang berasal dari Yatsrib. Kita harus mengikuti jejak ini hingga dapat kita ketahui di mana mereka berada.” Dengan petunjuk biji-biji kurma yang berceceran di tanah, mereka terus berjalan, hingga akhirnya mereka melihat dari jauh rombongan kaum muslimin yang sedang mereka cari-cari itu.

Ashim, pemimpin tim penyelidik, merasa bahwa mereka sedang dikejar musuh. Karena itu, ia memerintahkan kepada rekan-rekannya untuk naik ke atas bukit. Para pemanah musuh yang berjumlah seratus orang itu pun semakin mendekat. Mereka mengelilingi kaum muslimin lalu mengepung mereka dengan ketat.

Para pengepung meminta agar kaum muslimin menyerahkan diri dengan jaminan bahwa mereka tidak akan dianiaya. Kesepuluh orang ini menoleh kepada pemimpin mereka Ashim bin Tsabit Al-Anshari, menunggu apa yang akan ia perintahkan. Ashim menyatakan, “Adapun aku, demi Allah, aku tidak akan turun untuk mendapatkan perlindungan orang musyrik. Ya Allah, sampaikanlah keadaan kami ini kepada Nabi-Mu."

Seratus pemanah itu pun langsung menghujani mereka dengan anak panah. Pemimpin mereka, Ashim beserta tujuh orang lainnya menjadi sasaran dan mereka pun gugur syahid. Mereka meminta agar yang lain turun dan tetap akan dijamin keselamatannya sebagaimana yang telah dijanjikan sebelumnya. Karena itu, tiga orang dari sisa tim itu, yaitu Khubaib beserta dua orang sahabatnya, turun dari puncak.

Para pemanah mendekati Khubaib dan salah seorang temannya, Zaid bin Ad-Datsinnah. Mereka mengurai tali, lalu mengikat keduanya. Teman mereka yang ketiga melihat hal ini sebagai awal pengkhianatan janji. Karena itu, ia pun memutuskan untuk mati sebagaimana kematian Ashim dan teman-temannya. Akhirnya, ia pun gugur syahid seperti yang ia inginkan.

Demikianlah, kedelapan orang yang termasuk di antara orang-orang Mukmin yang paling tebal keimanannya, paling teguh menepati janji, dan paling setia melaksanakan kewajibannya terhadap Allah dan Rasul-Nya,telah menunaikan darma bakti mereka hingga gugur syahid.

Khubaib dan Zaid berupaya melepaskan ikatan mereka, tetapi tidak berhasil karena ikatannya sangat kuat. Keduanya dibawa oleh para pemanah durhaka itu ke Mekkah. Nama Khubaib tersiar ke setiap telinga orang Mekkah. Keluarga Al-Harits bin Amir masih ingat darah daging mereka yang tewas di Perang Badar. Mereka mengingat nama Khubaib ini dengan baik. Nama yang menggerakkan dendam kebencian di dada mereka. Mereka pun segera membeli Khubaib sebagai budak untuk melampiaskan seluruh dendam kebencian mereka kepadanya. Dalam hal ini mereka mendapat saingan dari penduduk Mekkah lainnya yang juga kehilangan bapak dan pemimpin mereka di Perang Badar.

Keputusan akhir, mereka sepakat merundingkan bentuk siksa yang akan ditimpakan kepada Khubaib untuk memuaskan dendam mereka, bukan saja terhadapnya melainkan terhadap seluruh kaum muslimin. Sementara itu, orang-orang musyrik lainnya melakukan tindakan kejam terhadap teman Khubaib, Zaid bin Ad-Datsinnah, dengan melampiaskan segala bentuk siksaan kepadanya hingga gugur syahid.

Khubaib telah menyerahkan hat, semua urusan, dan akhir hidupnya kepada Rabbsemesta alam. Ia memusatkan perhatiannya untukberibadah dengan jiwa yang teguh, keberanian yang tangguh, disertai ketenteraman yang telah dilimpahkan Allah kepada yang dapat menghancurkan batu karang dan melebur ketakutan. Allah selau bersamanya dan ia pun selalu merasa bersama Allah. Tangan Allah selalu menyertainya, dan seolah-olah jari-jemari Tangan-Nya membalut dadanya hingga terasa sejuk.

Suatu hari, salah seorang putri Al-Harits datang menjumpai Khubaib di tempat tahanannya yang ada di rumah Al-Harits. Namun, tiba-tiba ia bergegas pergi dari tempat itu sambil berteriak memanggil orang-orang Mekkah agar menyaksikan keajaiban, “Demi Allah, aku melihat Khubaib menggenggam setangkai besar anggur sambil memakannya. Padahal ia terikat kuat di besi dan di Mekkah tidak ada sebiji anggur pun. Aku merasa itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepada Khubaib."

Memang benar, itu adalah rezeki yang diberikan Allah kepada hambanya yang saleh, sebagaimana dahulu hal seperti itu pernah diberikan kepada Maryam binti Imran, yaitu ketika:

Setiap kali Zakariyya masuk menemuinya di mihrab (kamar khusus ibadah), dia dapati rezeki (makanan) di sisinya. Dia bertanya, "Wahai Maryam, dari mana ini engkau peroleh?" Dia (Maryam) menjawab, "Itu dari Allah."Sesungguhnya Allah memberi rezeki kepada siapa yang Dia kehendaki tanpa perhitungan. (Ali 'Imran:37)

Orang-orang musyrik menyampaikan berita kepada Khubaib tentang kematian dan penderitaan yang dialami oleh rekan dan saudaranya, Zaid. Mereka mengira dengan itu dapat merusak pendiriannya, membayangkan dan merasakan derita akibat penyiksaan yang membawa kematian rekannya itu. Tetapi, mereka tidak mengetahui bahwa Allah telah merangkulnya dengan menurunkan ketenangan dan kasih sayang-Nya.

Mereka terus menguji keimanannya dan membujuk dengan janji akan dibebaskan seandainya ia mau mengingkari Muhammad dan sebelum itu, ingkar terhadap Tuhan yang telah diimaninya. Namun, upaya mereka tidak ubahnya bagai hendak menjatuhkan matahari dengan memanahnya. Benar, keimanan Khubaib bagai matahari, baik dari sisi kekuatan, jarak maupun sisi panas dan sinarnya. Ia akan memancarkan sinar bagi orang-orang yang ingin mendapatkan sinarnya dan akan memberikan kehangatan bagi orang yang ingin mendapatkan kehangatan darinya. Adapun orang yang menghampiri untuk memusuhinya,ia akan terbakar dan hangus.

Ketika mereka merasa putus asa dari apa yang mereka harapkan, akhirnya mereka menggiring pahlawan ini ke tempat kematiannya. Mereka membawanya ke Tan'im, dan di sanalah ia menemui ajalnya.

Sebelum mereka melaksanakan eksekusi terhadap dirinya, Khubaib meminta izin kepada mereka untuk shalat dua rakaat. Mereka mengizinkannya karena menyangka bahwa dalam diri Khubaib sedang berlangsung tawar menawar untuk menyerah kalah dan menyatakan keingkarannya kepada Allah,Rasul, dan agama-Nya.Khubaib menunaikan shalat dua rakaat dengan khusyuk, tenang, dan hatiyang pasrah.Manisnya iman mengalir deras ke dalam jiwanya, sehingga ia sangat berkeinginan bila tetap dalam keadaan shalat. Tetapi, kemudian ia berpaling ke arah algojonya, lalu berkata kepada mereka, “Demi Allah, kalau bukan karena nanti kalian menyangka bahwa aku takut mati, niscaya akan kulanjutkan lagi shalatku.” Kemudian ia mengangkat kedua lengannya ke arah langit, lalu berdoa, “Ya Allah, hitunglah jumlah mereka semua dan binasakanlah mereka satu per satu." Kemudian ia menatap tajam wajah-wajah mereka, dengan keteguhan tekad lalu melantunkan syair:

Aku tidak peduli selama aku dibunuh sebagai seorang muslim

Mati seperti apa pun, kematianku itu di jalan Allah

Karena tempat kembaliku kepada Allah

Jika Dia berkehendak, Dia akan memberkahi setiap potongan organ tubuhku yang dipotong-potong

Mungkin inilah peristiwa pertama dalam sejarah bangsa Arab, di mana mereka menyalib seorang laki-laki, kemudian membunuhnya di atas salib. Mereka telah menyiapkan beberapa batang pohon kurma untuk membuat sebuah salib besar, lalu menyandarkan dan mengikat kuat Khubaib di atasnya. Orang-orang musyrik itu benar-benar sedang dalam kebuasan yang nyata, para pemanah melepaskan anak panah mereka. Kekejaman yang di luar batas ini sengaja dilakukan secara perlahan-lahan terhadap pahlawan yang disalib itu. Tetapi, Khubaib tidak memejamkan matanya, dan wajahnya senantiasa memancarkan ketenangan yang menakjubkan. Tubuhnya kini dipenuhi oleh tancapan anak panah dan sobekan pedang.

Saat itu salah seorang pemimpin Quraisy mendekatinya sambil berkata, “Apakah engkau merasa senang bila Muhammad menggantikanmu, sedangkan engkau dalam keadaan segar bugar bersama keluargamu?"

Mendengar itu, hati Khubaib bergejolak dan bagai badai ia berteriak kepada para pembunuhnya, “Demi Allah, aku tidak akan pernah rela tinggalbersama anakistriku dan menikmati kesenangan dunia,sedangkan Rasulullah  menderita walau hanya tertusuk duri."

Kata-kata agung itu rupanya juga diucapkan oleh teman seperjuangannya, Zaid bin Ad-Datsinnah saat mereka hendak membunuhnya. Kata-kata memesona yang telah diucapkan oleh Zaid kemarin, dan sekarang diulangi oleh Khubaib itu, telah menyebabkan Abu Sufyan, yang waktu itu belum masuk Islam,mempertepukkan kedua telapak tangannya sembari berkata, “Demi Allah, aku belum pernah melihat seorangpun mencintai orang lain seperti sahabat-sahabat Muhammad mencintai Muhammad."

Kata-kata Khubaib ini bagaikan aba-aba yang memberikan izin bagi setiap anak panah dan mata pedang untuk mencapai sasarannya di tubuh pahlawan ini, yang menyakitinya dengan segala kekejaman dan kebuasan. Didekat tempat kejadian itu, burung-burung bangkai dan burung-burung buas lainnya beterbangan, seolah-olah sedang menunggu selesainya prosesi pembunuhan itu dan para algojonya pulang meninggalkan tempat itu, lalu mereka mendekat dan mengerubungi tubuh yang sudah menjadi mayat itu sebagai santapan istimewa.

Tiba-tibaburung-burung tersebut berbunyi bersahut-sahutan seolah-olah saling memanggil, lalu mereka berkumpul dan saling mendekatkan paruhnya seakan-akan sedang berbisik dan saling bertukar kata. Tiba-tiba mereka beterbangan membelah angkasa, dan pergi menjauh. Dengan perasaan dan naluri, burung-burung itu seolah-olah mencium bau harum seorang lelaki saleh dan selalu mendekatkan diri kepada Allah keluar dari tubuh yang tersalib itu, sehingga mereka segan untuk menghampiri dan menyakitinya. Burung-burung itu akhirnya terbang melintasi angkasa dan menahan diri dari kerakusannya.

Orang-orang musyrik kembali ke sarang kedengkian di Mekkah, setelah melakukan tindakan melampaui batas dan permusuhan.Dan kini tinggallah tubuh yang syahid itu dijaga oleh sejumlah orang Quraisy yang bersenjata tombak dan pedang.

Pada waktu orang-orang Quraisy meletakkan Khubaib di atas batang pohon kurma yang mereka jadikan sebagai kayu salib tempat mereka mengikatkannya, Khubaib telah menghadapkan mukanya ke langit sambil berdoa kepada Rabbnya Yang Maha-agung,"Ya Allah,kami telah menyampaikan risalah dari Rasul-Mu, karena itu esok hari sampaikanlah kepada beliau tindakan orang-orang itu terhadap kami."

Allahmengabulkan doanya. Ketika Rasulsedang beradadiMadinah, tiba-tiba beliau diliputi perasaan yang kuat bahwa para sahabat beliau sedang dalam musibah, dan terbayang oleh beliau tubuh salah seorang dari mereka sedang tergantung. Karena itu beliau segera memanggil Miqdad bin Amr dan Az-Zubair bin Al-Awwam agar mereka berdua cepat-cepat menunggang kuda mereka dan memacunya dengan kencang untuk mengetahui apa yang telah terjadi.

Dengan petunjuk Allah mereka sampai ke tempat yang dimaksud. Mereka menurunkan jasad sahabat mereka, Khubaib, sementara tempat suci di bumi telah menunggunya untuk memeluk dan menutupinya dengan debu-debunya yang lembut. Hingga kini, tidak ada seorang pun yang mengetahui di mana makam Khubaib. Mungkin itu lebih pantas dan utama untuknya, sehingga ia senantiasa menjadi kenangan dalam hati nurani kehidupan, sebagai seorang pahlawan yang gugur syahid di atas kayu salib.

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Khubaib bin Adi, Pahlawan yang Syahid di Kayu Salib"