Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Definisi Fiqih Menurut Para Fuqaha dan Keutamaan Fiqih

definisi dan keutamaan fiqih

Definisi Fiqih Menurut Para Fuqaha

 العلم بالأحكام ١لشرءية العملية المكتسب من أدلتهاالتفصيلية 

(Yakni mengetahui hukum-hukum syariat yang bersifat praktis yang

dihasilkan dari dalil-dalilnya secara rinci).


Yang dimaksud dengan "mengetahui" di sini ialah memahami secara mutlak sesuatu yang mencakup keyakinan dan dugaan. Sebab, hukum- hukum yang bersifat praktis (amaliyah) benar-benar ditetapkan berdasarkan dalil yang bersifat qath'i (pasti) atau yang bersifat zhanni (asumtif).

"Hukum-hukum" adalah sesuatu yang dituntut oleh permangku syariat (Allah) Yang Maha Bijaksana. Atau hukum ialah khitab Allah yang terkait dengan perbuatan-perbuatan orang mukallaf berupa tuntutan atau pilihan atau larangan.

Yang dimaksud dengan khitab menurut ulama-ulama ahli fiqih ialah dampak atau pengaruh yang berakibat, seperti mewajibkan shalat, mengharamkan membunuh, membolehkan makan, dan mensyaratkan wudhu untuk shalat.

Dikecualikan dari istilah "mengetahui hukum-hukum" ialah mengetahui dzat, sifat, dan tindakan-tindakan Allah .

Kalimat "syariat" diambil dari kalimat asy-syar'u. Ini berarti me-ngecualikan hukum-hukum yang bersifat inderawi, seperti matahari itu terbit dari timur. Juga mengecualikan hukum-hukum yang bersifat logika, seperti satu adalah separuhnya dua. Dan juga mengecualikan hukum- hukum yang bersifat bahasa atau redaksional, seperti fa'il itu harus dibaca rafa', atau mengaitkan sesuatu kepada yang lain dari segi positif atau negatif, seperti kalimat Zaid orang yang berdiri, atau Zaid bukan orang yang berdiri.

Yang dimaksud "praktis" (amaliyah) ialah yang terkait dengan amalan hati seperti niat, atau dengan selain amalan hati yang biasa dilakukan oleh seseorang, seperti membaca, shalat, dan amalan-amalan lainnya yang dilakukan oleh anggota-anggota badan yang lahir maupun yang batin. 

Yang dimaksud ialah bahwa sebagian besar hal itu bersifat amalan, karena sebagiannya ada yang bersifat teori, seperti beda agama itu dapat menghalangi warisan, Dikecualikan daripadanya ialah hukum-hukum yang bersifat pengetahuan ('ilmiyah) dan keyakinan (i'tiqadiyah), seperti dasar- dasar fiqih dan dasar-dasar agama seperti mengetahui Tuhan itu Maha Esa, Maha Mendengar, lagi Maha Melihat. Terkadang amaliyah disebut dengan istilah furu'iyah, dan i'tiqadiyah disebut dengan istilah (ashliyah).

Kalimat "yang dihasilkan" adalah sifat ilmu, Maksudnya ialah yang didapat dengan cara menganalisa dan berijtihad. Ini mengecualikan ilmu Allah , ilmu malaikat-malaikatNya terhadap hukum-hukum syariat, dan ilmu Rasulullah yang didapat lewat wahyu, bukan dengan ijtihad. Dan juga mengecualikan pengetahuan kita terhadap hal-hal spontan dan otomatis yang tidak memerlukan bukti atau merenung segala, seperti kewajiban shalat lima waktu. Jenis pengetahuan seperti ini tidak bisa disebut fiqih, karena hal itu didapat bukan dari hasil usaha.

Yang dimaksud dengan "dalil-dalilnya secara rinci" ialah sesuatu yang diterangkan dalam Al-Qur' an, sunnah, ijma', dan qiyas.

Menurut ulama-ulama ahli fiqih dari madzhab Asy Syafi'i, hukum- hukum yang bersifat taklifi ialah:

1. Fardhu

Sinonim dengan rukun dan wajib. Ulama-ulama ahli fiqih dari madzhab Asy-Syafi'i tidak membedakan antara wajib dan fardhu, kecuali dalam masalah haji karena mengikuti Rasulullah , Fardhu ialah sesuatu yang dituntut secara wajib untuk dilakukan, yang diberikan balasan pahala, yang haram ditinggalkan, dan yang disiksa jika dilanggar. Contohnya seperi shalat lima waktu.

2. Mandub atau sunnah atau mustahab

Adalah sesuatu yang dituntut secara sunnah untuk dilakukan, yang diberikan balasan pahala, yang tidak haram ditinggalkan, dan yang tidak disiksa jika dilanggar. Contohnya seperti bersiwak atau membersihkan gigi, dan bacaan- bacaan tasbih dalam shalat.

3. Haram

Adalah sesuatu yang dituntut secara wajib untuk ditinggalkan, yang diberikan balasan pahala jika ditinggalkan, yang haram dilakukan, dan yang disiksa jika dilakukan. Contohnya seperti berzina dan meminum khamr.

4. Makruh

Adalah sesuatu yang dituntut secara tidak wajib untuk ditinggalkan, yang diberikan balasan pahala jika ditinggalkan, yang tidak haram dilakukan, dan yang tidak disiksa jika dilakukan. Contohnya seperti memakan bawang merah atau bawang putih sebelum mendatangi masjid, atau menghadiri perkumpulan-perkumpulan.

Sebagiarn ulama dari madzhab Asy-Syafii membagi makruh menjadi dua bagian sesuai dengan dalil tentang larangan. Jika larangannya yang tidak wajib hanya khusus perkara tertentu, maka hal itu disebut makruh. Contohnya seperti sabda Rasulullah,

"Apabila salah seorang kalian masuk masjid, hendaklah ia shalat dua rakaat sebelum duduk".


Dan jika larangannya yang tidak wajib tidak khusus pada perkara tertentu, maka melakukannya adalah menyalahi yang utama. Contohnya seperti larangan meninggalkan hal-hal yang sunnah, dan tidak berpuasa bagi seorang musafir di bulan Ramadhan.

5. Mubah

Adalah memilih antara melakukan dan meninggalkan, yang tidak diberikan balasan pahala jika dilakukan -kecuali dibarengi dengan niat mengikuti sunnah dan tidak diberikan balasan pahala jika ditinggalkan.


Keutamaan Fiqih

Terdapat beberapa ayat Al-Qur' an dan hadits yang menerangkan tentang keutamaan fiqih serta anjuran untuk mendapatkannya. Di antaranya ialah firman Allah,

وَمَا كَانَ ٱلْمُؤْمِنُونَ لِيَنفِرُوا۟ كَآفَّةً ۚ فَلَوْلَا نَفَرَ مِن كُلِّ فِرْقَةٍ مِّنْهُمْ طَآئِفَةٌ لِّيَتَفَقَّهُوا۟ فِى ٱلدِّينِ وَلِيُنذِرُوا۟ قَوْمَهُمْ إِذَا رَجَعُوٓا۟ إِلَيْهِمْ لَعَلَّهُمْ يَحْذَرُونَ

"Tidak sepatutnya bagi kaum mukminin itu pergi semuanya (ke medan perang). Mengapa tidak pergi dari tiap-tiap golongan di antara mereka beberapa orang untuk memperdalam pengetahuan mereka tentang agama dan untuk memberi peringatan kepada kaumnya apabila mereka telah kembali kepadanya, supaya mereka itu dapat menjaga dirinya." (At- Taubah : 122)


Allah menjadikan otoritas menyeru kepada-Nya bagi para ulama ahli fiqih, dan ini merupakan tugas para nabi Alaihimusalam. Rasulullah bersabda, 

"Barangsiapa yang dikehendaki kebaikan oleh Alah, niscaya Allah akan membuatnya pandai dalam agama". 

Mereka mengatakan, barangsiapa mempelajari Al-Qur' an, maka nilainya besar. Barangsiapa mendalami fiqih, maka derajatnya mulia. Barangsiapa menulis hadits, maka hujjahnya kuat. Barangsiapa mendalami bahasa, maka karakternya lembut. Dan barangsiapa yang tidak bisa menjaga dirinya, maka ilmunya tidak memberinya manfaat.

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Definisi Fiqih Menurut Para Fuqaha dan Keutamaan Fiqih"