Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Masuknya Islam ke Provinsi Lampung

masuknya islam ke lampung

  • Masuk lewat Tiga Penjuru

Barangkali, tidak semua orang mengetahui agama Islam masuk Lampung lebih kurang masa seratus tahun ke-15 melalui tiga pintu utama. Dari arah barat (Minangkabau) agama ini masuk melalui Belalau (Lampung Barat), dari utara (Palembang) melalui Komering pada masa Raja muda Arya Damar (1443), dan dari arah selatan (Banten) oleh Fatahillah atau Sunan Gunung Jati, melalui Labuhanmaringgai di Keratuan Pugung (1525). Dari ketiga pintu masuk agama Islam itu, yang sangat berpengaruh melalui jalur selatan. Ini bisa diamati dari situs-situs sejarah seperti makam Tubagus Haji Muhammad Saleh di Pagardewa, Tulangbawang Barat, makam Tubagus Machdum di Kuala, Telukbetung Selatan, dan makam Tubagus Yahya di Lempasing, Kahuripan diduga keduanya sedang keturunan Sultan Hasanuddin dari Banten. Di Ketapang, Lampung Selatan, terdapat makam Habib Alwi bin Ali Al-Idrus.

Selain itu, menurut buku Sejarah Perkembangan Pemerintahan di Lampung Buku II, terbitan DHD Tingkatan 45 Lampung tahun 1994, halaman 49-53, diistilahkan pada lebih kurang masa seratus tahun 18, sebanyak 12 orang penggawa dari sebagian kebuaian di daerah ini mengunjungi Banten kepada berlatih agama Islam. Mereka adalah penggawa dari Bumi Pemuka Bumi, penggawa dari Buai Subing, Buai Berugo, Buai Selagai, Buai Aji, Buai Teladas, Buai Bugis, Buai Mega Putih, Buai Muyi, Buai Cempaka, Buai Kametaro, dan Buai Bungo Mayang.

Di Belalau, Islam dibawa empat orang putra Pagaruyung (Minangkabau). Sebelumnya, di wilayah ini telah berdiri suatu kerajaan legendaris bernama Sekala Brak, dengan penghuninya suku bangsa Tumi, penganut animisme.

Bangsa Tumi mengagungkan suatu pohon bernama Belasa Kepampang atau nangka bercabang. Konon, pohon ini mempunyai dua cabang, satunya nangka dan bidang lainnya adalah sebukau, sejenis kayu bergetah. Keistimewaan pohon ini, jika terkena getah kayu sebukau bisa menimbulkan koreng dan hanya bisa disembuhkan dengan getah nangka di sebelahnya.


  • Masuk lewat Norma budaya istiadat Setempat

Meskipun penyebaran agama Islam di Lampung dominan melalui selatan (Banten), bukan berarti bisa menjamah seluruh daerah di Lampung.

Dari utara, misalnya, Islam gampang masuk dari Pagaruyung (Minangkabau). Dari utara, Islam masuk dari Palembang melalui Komering. Dari utara, Islam dibawa empat putra Raja Pagaruyung Maulana Umpu Ngegalang Paksi. Fase ini menjadi anggota terpenting dari eksistensi warga Lampung. Kedatangan keempat umpu ini merupakan kemunduran dari Kerajaan Sekala Brak Kuno atau Buay Tumi yang merupakan penganut Hindu Bairawa/animisme.

Momentum ini sekaligus tonggak berdirinya Kepaksian Sekala Brak atau Paksi Pak Sekala Brak yang berasaskan Islam. Empat putra Maulana Umpu Ngegalang Paksi adalah Umpu Bejalan Di Way, Umpu Belunguh, Umpu Nyerupa, dan Umpu Pernong.

Umpu berasal dari kata ampu tuan (bahasa Pagaruyung), sebutan bagi anak raja-raja Pagaruyung Minangkabau. Di Sekala Brak, keempat umpu tersebut membangun suatu perserikatan yang dinamai Paksi Pak yang berarti empat serangkai atau empat sepakat. Setelah perserikatan ini cukup kuat, suku bangsa Tumi bisa ditaklukkan dan sejak itu berkembanglah Islam di Sekala Brak. Pemimpin Buay Tumi dari Kerajaan Sekala Brak masa itu wanita yang bernama Ratu Sekerumong yang pada akhir-akhirnya bisa ditaklukkan Perserikatan Paksi Pak.

Sedangkan masyarakat yang belum memeluk Islam melarikan diri ke pesisir Krui dan terus menyeberang ke Jawa dan sebagian lagi ke Palembang.

Supaya syiar agama Islam tidak mendapatkan hambatan, pohon belasa kepampang yang disembah suku bangsa Tumi ditebang kepada belakang dibuat bentuk pepadun. Pepadun adalah singgasana yang hanya bisa digunakan atau ditempati pada masa penobatan saibatin raja-raja dari Paksi Pak Sekala Brak serta keturunannya. Ditebangnya pohon belasa kepampang ini pertanda jatuhnya kekuasaan Tumi sekaligus lenyapnya animisme di Kerajaan Sekala Brak, Lampung Barat.

Islam juga ketat kaitannya dengan norma budaya dan norma budaya istiadat Lampung. Kepada cikal bakal warga suku Lampung, Paksi Pak Sekala Brak memasukkan nilai-nilai keislaman dalam semua peristiwa dan upacara norma budaya. Hampir tidak berada perkara norma budaya yang tidak berbau Islam. Mulai dari lahir anak hingga perkawinan dan kematian selalu bernuansa Islam.

Menurut kitab Kuntara Raja Niti, orang Lampung mempunyai sifat-sifat piil-pusanggiri (malu melaksanakan pekerjaan hina menurut agama serta mempunyai harga diri); juluk-adok (mempunyai kepribadian sesuai dengan gelar norma budaya yang disandangnya); nemui-nyimah (saling mengunjungi kepada bersilaturahmi serta ramah menerima tamu); nengah-nyampur (aktif dalam pergaulan bermasyarakat dan tidak individualistis); sakai-sambaian (gotong royong dan saling membantu dengan anggota warga lainnya). Semua sifat itu fondasinya adalah islam.

Sedangkan pengaruh agama Islam dari arah (Palembang) masuk lewat Komering. Saat itu, Palembang diperintah Arya Damar. Diperkirakan, Islam masuk dari utara dibawa Minak Kemala Bumi atau yang juga dikenal dengan nama Minak Patih Prajurit. Makamnya berada di Pagardewa, Tulangbawang Barat, bersebelahan dengan makam Tubagus Haji Muhammad Saleh dari Banten, yang juga tokoh penyebar agama Islam di daerah ini.

Dari selatan (Banten), Islam diperkirakan dibawa Fatahillah atau Sunan Gunung Jati melalui Labuhanmaringgai kini, tepatnya di Keratuan Pugung. Di sini, konon, Fatahillah menikah dengan Putri Sinar Alam, anak Ratu Pugung.Dari pernikahan ini melahirkan anak yang diberi nama Minak Kemala Ratu, yang belakang menjadi cikal bakal Keratuan Darah Putih dan menurunkan Radin Inten, pahlawan Lampung yang juga tokoh penyebar Islam di pesisir.


  • Nisan yang Bercorak Kerajaan Samudera Pasai

SALAH satu pintu masuknya Islam ke Lampung dari anggota selatan lebih kurang masa seratus tahun XV. Saudagar yang berniaga di Malaka, tepatnya di Kerajaan Samudera Pasai, memberi pengaruh Islam di sana.

Berada dua jejak masuknya Islam dari arah Malaka itu, yakni beradanya batu nisan di Lampung Selatan, yaitu di Kampung Muarabatang dan Wonosobo (Tanggamus).

Peninggalan masa seratus tahun XV kepada pertanda Islam masuk ke sana selang lain Alquran bersurat tangan kuno dan Akad Banten-Lampung. Akad persaudaraan itu ditulis menggunakan bahasa arab. Selain itu, bukti lain adalah UU Norma budaya atau Kuntara Raja Niti. Undang-undang ditulis dalam dua versi, yakni berbicara Banten dengan aksara Arab dan bahasa Lampung dengan Aksara Lampung.


  • Dua Kelompok Adat

Pembangunan masyarakat lokal membutuhkan penyesuaian unsur-unsur budaya lokal dan kemungkinan penerapannya dalam kebudayaan nasional dan global. Hal itu sekaligus merupakan upaya konkrit pelestarian nilai etika sosial dalam masyarakat lokal, dan juga dapat menguntungkan budaya lokal lain yang menerimanya. Lebih jauh, penetrasi nilai budaya asing dapat diseleksi sekiranya ada yang tidak sesuai dengan nilai dan norma adat masyarakat lokal, dan perlu diantisipasi agar kekuatan dan keunggulan daerah (local wisdom) tetap eksis dan berdaya guna bagi pembangunan masyarakat.

Masyarakat Lampung dalam bentuknya yang asli memiliki filsafat atau pandangan hidup, meski dari aspek penduduk terdapat ragam suku dan agama yang dianut. Filsafat masyarakat lokal itu tidak terlepas dari nilai, norma, dan agama yang dianut, terutama bagi kalangan suku Lampung asli yang menganut agama Islam. Dalam masyarakat adat terdapat ragam tradisi yang berbeda antara kelompok masyarakat yang satu dan yang lainnya. Kelompok-kelompok tersebut menyebar di berbagai tempat di daerah Lampung.

Secara umum, ada dua kelompok masyarakat adat, yaitu Saibatin dan Pepadun. Masyarakat adat Pepadun terdiri dari Abung, Pubian, Rarem Mego Pak, Bunga Mayang Sungkai, Way Kanan Lima Kebuaiyan, serta Melinting. Pemimpinnya disebut Punyimbang. (Rizani Puspawidjaja, 2006: 24).

Filsafat hidup bagi masyarakat adat Lampung disebut piil pesenggiri, yang terdiri dari juluk adek, nemui nyimah, nengah nyappur, dan sakai sambayan. Filsafat hidup itu bersumber dari kitab undang-undang adat masyarakat Lampung, yaitu kitab Kuntara Rajaniti, Cempalo, dan Keterem. Filsafat hidup itu terbuka, fleksibel, dan mencakup berbagai bidang kehidupan masyarakat.

Memang sebenarnya filsafat hidup masyarakat itu berkembang dan menyatu dalam kehidupan sosial budaya masyarakat. Berarti filsafat sosial menerima masukan dari pandangan hidup, ajaran agama, ideologi, paham atau pemikiran yang dinamis dan kreatif sehingga dapat sesuai dengan dinamika pembangunan dan diterima masyarakat serta peradaban dunia.

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Masuknya Islam ke Provinsi Lampung"