Sunan Muria, Penumpas Dukun di Tanah Jawa
Assalamu'alaikum Wr.Wb
Anda pasti sudah tidak asing mendengar nama Sunan Muria yang merupakan salah satu anggota sunan dari Walisongo. Anda perlu untuk mengetahui bagaimana biografi, nama asli, kisah, sejarah, dan juga letak makam beliau. Ada banyak pelajaran yang bisa dipetik dari perjalanan hidup Sunan Muria. Anda bisa lihat di artikel Sunan Muria: Biografi, Nama Asli, Kisah, Sejarah, Letak Makam ini.
Penyebaran Islam yang ada di Indonesia, terutama Pulau Jawa bisa pesat juga berkat Sunan Muria. Beliau menyebarkan Islam dengan pusat dakwah di Gunung Muria yang berada di Jawa Tengah. Anda pasti sudah sangat penasaran mengenai biografi lengkap dari beliau. Ternyata, Sunan Muria ini merupakan putra dari Sunan Kalijaga.
Dalam menyebarkan agama Islam sudah pasti tidak bisa dilakukan secara frontal pada zaman itu. Proses penyebaran harus dapat mendekati hat masyarakat, sehingga mereka mau menerima ajaran agama Islam dengan baik. Salah satu metode menghibur dan menyenangkan yang dipakai untuk berdakwah oleh Sunan Muria adalah tembang Sinom dan Kinanthi.
- Sosok yang Dekat dengan Nelayan, Petani, dan Pedagang
Sunan Muria dikenal sebagai sosok yang lebih mudah untuk mendekati kaum-kaum, seperti nelayan, pedagang, dan juga rakyat jelata. Apabila ditelusuri pada karakter masyarakat zaman dahulu, mendekati para petinggi selain agama Islam pada saat itu lebih susah dilakukan. Orang dengan kedudukan yang tinggi pada zaman itu merasa lebih berkuasa dan kolot.
Itulah mengapa sebagian besar pemuka agama Islam pada zaman dahulu, terutama Walisongo lebih cenderung menyebarkan agama Islam melalui kaum nelayan, pedagang, maupun rakyat biasa. Sunan Muria ini memiliki ibu yang bernama Dewi Saroh yang mana merupakan seorang puteri dari Syekh Maulana Ishak.
Syekh Maulana Ishak tersebut adalah seorang ulama terkenal pada zaman tersebut di Samudra Pasai yang ada di Aceh. Berdasarkan silsilah dapat digariskan bahwa Sunan Muria ini masih merupakan keponakan dari Sunan Giri. Nama asli dari Sunan Muria adalah Raden Prawoto. Namun, beliau juga sering dipanggil dengan ebberapa nama lainnya, seperti Raden Umar Said maupun Raden Umar Syahid.
- Kisah Pernikahan Sunan Muria
Saat Raden Umar Said sudah menjadi dewasa, beliau dinikahkan dengan Dewi Sujinah yang mana adalah putri dari Sunan Ngudung. Ayah dari Dewi Sujinah tersebut merupakan salah satu dari putra Sultan Mesir yang melakukan hijrah ke Pulau Jawa. Sunan Ngudung ini memiliki putra yang juga menjadi anggota dari walisanga yaitu Sunan Kudus.
Pernikahan dari Sunan Muria dengan Dewi Sujinah memiliki putra yang diberi nama Pangen Santri atau sering dipanggil dengan Sunan Ngadilangu. Selain dari Dewi Sujinah, Sunan Muria juga menikah lagi dengan Dewi Roroyono Pada zaman itu, Dewi Roroyono dikenal sebagai seorang gadis yang sangat cantik, Namun, kecantikannya menyebabkan banyak pertumpahan darah.
Akhirnya, Sunan Muria berhasil mempersunting Dewi Roroyono setelah membuktikan kesaktiannya. Dewi Roroyono tersebut merupakan seorang putri dari Sunan Ngerang yang dikenal sebagai ulama Juwana yang sakti. Sunan Ngerang adalah guru dari Sunan Muria maupun Sunan Kudus.
Saat sudah dewasa, Sunan Muria memutuskan untuk berdakwah dan banyak menggunakan metode yang juga dipakai oleh ayahnya yaitu Sunan kalijaga dalam berdakwah. Untuk berdakwah, beliau memutuskan untuk pergi ke daerah yang pelosok dan jauh dari hiruk pikuk kota. Tempat tinggal beliau pada saat itu adalah di puncak Gunung Muria, tepatnya di desa Colo.
Berkat tempat berdakwahnya tersebut, akhirnya Raden Umar Said mendapatkan julukan Sunan Muria. Di Gunung Muria, beliau tidak hanya mengajarkan ilmu agama Islam, melainkan juga keterampilan dalam bertani, melaut, dan juga berdagang. Itulah mengapa Sunan Muria sangat mudah dalam mendekati kaum nelayan, petani, dan juga pedagang.
Selain dari Gunung Muria, beliau juga memutuskan untuk berdakwah di beberapa tempat lainnya, seperti Tayu, Kudus, dan juga Juwana. Pada zaman itu belum terdapat alat transportasi mobil maupun motor seperti yang ada saat ini. Jadi, Sunan muria, keluarga beliau, dan juga muridnya harus menempuh jarak yang sangat tinggi dan juga jauh secara bolak-balik.
Itulah mengapa Sunan Muria, keluarga beliau, dan muridnya terkenal sebagai orang-orang yang memiliki fisik yang kuat. Hal yang perlu diketahui dan dipelajari oleh Sunan Muria adalah mengenai metode dakwahnya dalam menyebarkan agama Islam.
Ada banyak sekali metode dakwah yang dipakai oleh Sunan Muria dalam menyebarkan agama Islam. Beberapa metode tersebut adalah Topo Ngeli, Akulturasi Budaya, Gamelan dan Wayang, dan Tembang Jawa.
- Metode Topo Ngeli
Hampir sebagian besar Sunan dari Walisanga lebih memilih untuk menyebarkan agama Islam kepada rakyat biasa dan bukannya para bangsawan. Begitu juga dengan Sunan Muria yang mengutamakan diri untuk menyebarkan agama Islam di tempat terpencil jauh dari perkotaan. Itulah mengapa Sunan Muria lebih memilih untuk tinggal jauh dari pusat Kerajaan Demak.
Salah satu metode dakwah yang pertama kali disampaikan saat di desa terpencil adalah Topo Ngeli. Topo ini adalah membaurkan diri dengan berbagai aktivitas yang ada di dalam masyarakat. Berkat metode ini, beliau menjadi lebih mudah dalam menyampaikan pesan penting ajaran agama Islam dan menghimbau masyarakat untuk selalu berperilaku baik.
Sunan Muria tidak hanya memberikan arahan mengenai keterampilan bertani, melainkan juga keterampilan untuk melaut, dan juga berdagang. Ada banyak sekali masyarakat yang tinggal di desa yang sama tertarik dengan ilmu tersebut.
Suatu ketika seluruh golongan dari kaum tersebut disatukan dalam suatu tempat dan diberikan petuah tentang agama sekaligus ilmu pengetahuan dan keterampilan pekerjaan mereka. Jika tidak dengan cara ini, bisa dipastikan bahwa mengumpulkan banyak masyarakat dengan berbagai mata pencaharian mereka akan sulit dilakukan dan berdampak pada sulitnya penyampaian dakwah dalam skala besar.
Berkat kemampuan beliau dalam bertani, melaut, dan juga berdagang, maka beliau dapat dengan mudah mengumpulkan mereka dan menyampaikan ajaran Islam. Cara yang sama ini juga diterapkan oleh Sunan Drajat dalam berdakwah.
- Metode Akulturasi Budaya
Sunan Muria memang mampu berbaur dengan aktivitas masyarakat di Gunung Muria dengan baik. Hanya saja tidak berarti beliau tidak mendapatkan kesulitan saat akan berdakwah ke masyarakat tersebut. Sebagian besar masyarakat di sana sudah memiliki kepercayaan sendiri. Beliau tidak memungkin untuk memaksa warga untuk menerima ajaran agama Islam dengan segera.
Dakwah dilakukan secara dakwah bil hikmah alias mengajarkan kebijakan dan perilaku yang suka rela. Untuk membuat warga setempat mau mendengarkan Islam dan menerima agama Islam adalah dengan melakukan metode akulturasi budaya. Beliau tidak mengharamkan seluruh adat yang biasa dilakukan masyarakat tersebut.
Kebiasaan yang diperbolehkan untuk tetap dilakukan adalah peringatan kematian anggota keluarga setiap tiga hari atau hari-hari tertentu. Biasanya adalah hari peringatan kematian sampai dengan seribu hari. Apabila Anda ketahui, hampir sebagian besar adat ini juga masih dilakukan oleh umat Islam sampai dengan hari ini dan oleh masyarakat lainnya.
Namun, kebiasaan yang diganti adalah biasanya mereka akan membakar kemenyan pada saat prosesi adat 3 sampai dengan 1000 harian dan ini diganti dengan sholawat dan do’a ahli kubur. Metode akulturasi budaya ini lebih mudah diterima oleh masyarakat di sana saat pertama kali ajaran Islam disampaikan.
Posting Komentar untuk "Sunan Muria, Penumpas Dukun di Tanah Jawa"