Lompat ke konten Lompat ke sidebar Lompat ke footer

Hukum Puasa Nazar - Sesuai Syari'at



Secara bahasa, nazar berarti berjanji berbuat baik atau jelek. Sedangkan secara istilah syar’i berarti janji untuk berbuat kebaikan saja -tidak kejelekan, atau mewajibkan ibadah pada diri sendiri yang pada asalnya tidak diwajibkan oleh syariat Islam.

Hukum nazar wajib ditunaikan apabila perkara yang diniatkan terpenuhi. Namun dengan catatan bahwa perkara tersebut dibolehkan atau merupakan ketaatan kepada Allah Swt.

Al-Qadhi Abu Syuja’ menjelaskan dalam buku Tentang Hukum Perlombaan serta Tentang Sumpah dan Nazar, bahwa puasa nazar terbagi dua. Yaitu, nazar karena marah atau emosi dan nazar untuk mengerjakan kebaikan atau ibadah kepada Allah SWT. Nazar untuk ibadah ini juga terbagi menjadi dua, yaitu:


1. Nazar yang digantung

Nazar ini dinamakan dengan nazar mukjizat. Ialah nazar yang ditunaikan apabila berhasil memperoleh nikmat atau terhindar dari bahaya.


2. Nazar yang tidak digantung

Nazar yang tidak digantung seperti seseorang yang mengucapkan, “Demi Allah, saya akan puasa, atau naik haji, dan lain sebagainya.” Menurut pendapat mazhab yang lebih diakui, nazar ini wajib.


Adapun dalil disyariatkannya nazar dan kewajiban memenuhinya adalah firman Allah dalam Al-Quran tentang ciri-ciri orang yang berbuat baik, yaitu:

يُوفُونَ بِٱلنَّذْرِ وَيَخَافُونَ يَوْمًا كَانَ شَرُّهُۥ مُسْتَطِيرًا


Artinya: “Mereka menunaikan nazar dan takut akan suatu hari yang azabnya merata di mana-mana.” (QS. Ad-Dahr: 7)

وَلْيُوفُوا۟ نُذُورَهُمْ


Artinya: “... dan hendaklah mereka menyempurnakan nazar-nazar mereka.” (QS. Al-Hajj: 29)

Cara Melaksanakan Puasa Nazar


Untuk melaksanakan puasa nazar, umat muslim dapat melakukannya sebagaimana puasa-puasa pada umumnya. Di antaranya:


1. Puasa dimulai dengan sunah bersahur. Dilaksanakan sebelum masuk waktu imsak. Namun jika tidak bersahur, juga tidak menjadi masalah.


2. Membaca niat puasa nazar

نَوَيْتُ صَوْمَ النَّذَرِ لِلّٰهِ تَعَالىَ


Artinya: “Saya berniat puasa nazar karena Allah Ta’ala.”


3. Menahan lapar dan haus, serta yang batal puasa lainnya seperti berhubungan suami istri di siang hari saat berpuasa.


4. Berbuka di waktu matahari terbenam atau ketika masuk waktu Magrib.

Doa buka puasa:

اللهُمَّ لَكَ صُمْتُ وَعَلَى رِزْقِكَ أَفْطَرْتُ فَتَقَبَّلْ مَنِّي إِنَّكَ أَنْتَ السَمِيْعُ الْعَلِيْمُ


Artinya: “Ya Allah, untuk-Mu puasaku dan atas rezeki-Mu aku berbuka, maka terimalah dariku, sesungguhnya Engkau Maha Mendengar dan Maha Mengetahui.”

.

Ketentuan Puasa Nazar Selain puasa Ramadhan, puasa lain yang juga berhukum wajib adalah puasa nazar. Artinya, jika seseorang berjanji untuk berpuasa, maka ia wajib melakukan puasa tersebut. Jika ternyata janjinya dilanggar maka harus membayar kafarat sebagaimana kafarat sumpah (kaffâratul yamîn). Puasa yang bisa dinazari hanya puasa sunnah, seperti puasa Senin-Kamis, puasa Dawud, puasa Ayyâmul Bîdh (setiap tanggal 13, 14, dan 15 bulan Hijriah), dan puasa sunnah lainnya. 

Karena dilatarbelakangi nazar, puasa sunnah itu berubah status hukum menjadi puasa wajib. Bila tidak dilaksanakan maka pelaku nazar tersebut harus membayar kafarat. Misalnya, orang yang sedang menjalani ujian sekolah bernazar, “Saya bernazar, jika lulus ujian nanti akan melakukan puasa Dawud selama satu bulan.” Jika di kemudian hari lulus ujian, ia wajib memenuhi janjinya. Sebab, puasa Dawud yang tadinya sunnah menjadi wajib. Selain puasa sunnah yang bisa dinazari, puasa makruh juga bisa. Seperti bernazar untuk melakukan puasa sepanjang tahun (shaum ad-hahr). 

Misalkan, “Saya bernazar, jika lulus ujian akan melakukan puasa sepanjang tahun.” Puasa sepanjang tahun pada dasarnya makruh. Hanya saja karena dinazari, maka menjadi wajib dan sah nazarnya (Al-Ghazi, Fathul Qarîb [edisi Hâsyiyah al-Bâijûrî], h. 608). Namun, penting dicatat, menurut Syekh Ibrahim al-Bajuri (w. 1860 M), nazar puasa sepanjang tahun dianggap sah jika orang yang bernazar benar-benar mampu melaksanakannya. 

Artinya, tidak terjadi hal-hal yang berbahaya bagi dirinya. Sehingga, apabila puasa sepanjang tahun itu membahayakan diri, nazarnya tidak sah (Al-Bajuri, Hâsyiyah al-Bâijûrî, 609). Jika ada orang bernazar puasa, tetapi tidak menyebutkan puasa apa yang dituju. Maka ia terkena kewajiban puasa satu hari saja. Misalnya, “Saya bernazar, jika lulus ujian akan melakukan puasa.” Tanpa menyebutkan apakah puasa Senin-Kamis, Dawud, Ayyâmul Bîdh, atau puasa sunnah lainnya. 

Apabila ada orang bernazar untuk berpuasa selama beberapa hari, tetapi tidak menyebutkan jumlah bilangan harinya, maka ia wajib melakukan puasa selama tiga hari. Misalnya, “Saya bernazar, jika lulus ujian akan melakukan puasa beberapa hari.” (An-Nawawi, Mughnî al-Muhtâj, juz 4, h. 492). Waktu Puasa Nazar Ketentuan waktu puasa nazar disesuaikan dengan waktu puasa terkait. Jika bernazar puasa Senin-Kamis, maka puasa dilakukan pada hari Senin dan Kamis. 

Jika benazar puasa sunnah Tarwiyah, maka puasa dilakukan pada tanggal 8 Dzuhijjah. Begitupun seterusnya. Terkait durasi waktu, sebagaimana puasa pada umumnya, yaitu dari mulai terbit fajar sampai terbenamnya matahari. Selama durasi tersebut ia mesti mencegah dari hal-hal yang membatalkan puasa sebagaimana puasa-puasa lain. 

Niat Puasa Nazar Perlu digarisbawahi, meskipun puasa nazar pada mulanya puasa sunnah, tetapi statusnya menjadi wajib karena dinazari. Sehingga menurut mayoritas ulama, ketentuan niatnya juga sebagaimana puasa wajib, yaitu harus dilakukan pada malam hari dari mulai terbenamnya matahari sampai terbit fajar. (lihat Sayyid Husain al-‘Affâni, Nida’urrayyân fi Fiqhi ash-Shaum, juz 2, h. 70). Niat puasa nazar wajib terbesit dalam hati sebagai salah satu rukun puasa yang harus dipenuhi. Bila hendak dilafalkan, berikut bunyinya: نَوَيْتُ صَوْمَ النَّذَرِ لِلّٰهِ تَعَالىَ Nawaitu shaumannadzri lillâhi ta’âlâ Artinya: “Saya berniat puasa nazar karena Allah ta’âlâ.”

insyouf.com
insyouf.com Religi dan Motivasi + Wawasan

Posting Komentar untuk "Hukum Puasa Nazar - Sesuai Syari'at"